[RP] Municipal UGD

OOte: nggak apa kok xD~ santai sahaja
------------------------------------------------------

Rolly kembali terdiam menunjukkan wajah datar tidak bersemangatnya. Ia hanya bingung sebenarnya apa yang diinginkan anak ini, kenapa ia melontarkan pertanyaan aneh. Kalau tanya ini di mana tentu saja jelas bahwa tempat ini bernama poliklinik. Jika ia tidak tahu lalu kenapa ia datang ke tempat ini ketika tangannya terluka?

"Heh," bergumam tidak jelas kemudian saat anak itu menarik pertanyaannya. Sebenarnya sangat ingin mengomentari, tapi... mengurungkan niatan tersebut. Ah sudahlah, ia memang tidak bisa mengerti apa yang ada di benak anak-anak.

... Dikiranya sudah selesai. Tapi rupanya, anak ini terus berbicara, memerkenalkan nama dan kemudian menyebutnya dengan sebutan 'kakak malaikat'. Mungkin harus sedikit diluruskan.

"Eh... ya begini ya, di sini adalah poliklinik. Kurasa kau sudah tahu soal yang itu," mencoba mencari kata-kata yang tepat dan tidak mengandung unsur emosi. "Dan aku bukan kakak malaikat. Kalau mau menyanjungku sebut saja Leader, tidak usah dengan panggilan yang aneh-aneh," selesai menjelaskan.

Semoga saja ia mengerti.

Oke, kini muncul kembali pertanyaan yang terlintas di benak Ren--semoga saja Rolly tidak 'naik darah' ketika kembali mendengarkan pertanyaan aneh Ren.

"Ah, baiklah~ Ren panggil kakak Leader ya! Eh-eh, ngomong-ngomong, nama kakak siapa? Aku belum tahu nama kakak!" Aduh. Beraninya ia berkata seperti itu terhadap Rolly, Leader para Municipal.

Tiba-tiba, brukk!! Ren kembali terjatuh. Bukan pingsan, tapi..

Lapar.

Ya, tepat! Sejak sehari yang lalu sebelum ia jatuh ke dimensi Tokyo bersama gurunya, ia belum makan apa-apa, dan kini 'cacing' di perutnya mungin sedang mengomel..

---------
OOTe: Ada yang bisa membayangkan omelan cacing ngga?? ^w^
---------

"Kak Nanase, Kakak Leader," Ren menarik-narik jubah kedua orang itu. Ia memukul-mukul perutnya, pertanda bahwa ia lapar.
Ren pun memutari Nanase dan Rolly. "Aku belum makan dari sehari yang lalu~ Apakah kakak punya makanan?" ucap Ren sambil memperlihatkan senyumannya yang paling imut, manis dan seductive--berharap agar keinginannya terpenuhi. Hope so.

GREAT--semoga mereka berdua dapat bertahan menghadapi anak yang satu ini..

OOTe juga: Waduh maaf ya Ca DDDx Saya lupa *digebuk* Oke, sekarang slow paced ~

------------------------------------------------------------------

Ah, akhirnya leader tak tahu malu itu menolongnya. Tetapi hanya membalut luka milik gadis itu? Bagus, sekiranya lumayanlah sudah bisa membantu. TIdak tahan juga mendengar banyak omoangan dari perempuan yang jatuh sakit ini. Cukup berisik untuk lebih tepatnya. Yah, kasihan pula. "Ah, terima kasih."

"Betul apa kata manusia disana, jangan panggil malaikat. Nanase, itu namaku." menghela nafas panjang, lalu terkejut saat gadis bernama Ren tiba-tiba pingsan karena.. LAPAR? Hem, dasar.

Lalu dia meminta sebuah makanan? Wew, persediaan masih aa tetapi tidak ada yang memasak, koki yang membuat coklat itu sedang tidak ada menghilang. Melirik kepada Rolly seakan-akan mengatakan Ah, masalah ini ku serahkan padamu sambil tersenyum tipis.

"...Mungkin? Entahlah,"

Serius, Nanase tidak tahu.

OOTe: nggak apa kok :3 santai sahaja sama saya mah~...
-----------------------------------------------------------------------

Benar-benar, anak satu ini banyak maunya... mulai dari minta diobati, memanggil dengan nama aneh, dan sekarang minta makanan. Ia kira tempat ini adalah restoran siap saji apa? Sudah jelaskan makanan yang ada di poliklinik itu adalah OBAT, kalau ia mau mengobati rasa laparnya sebaiknya jangan ke tempat ini. Itu pengecualian.

"Hhh..." sedikit menghela nafas lalu menggelengkan kepala tenang. Diliriknya si nona vampire kecil di sana, oh... bagus dia angkat tangan kalau soal beginian.

Oke, semua ini tanggung jawabnya sebagai seorang Leader. Termasuk memberi makan anggota yang sedang kelaparan. Ia lalu teringat sepotong roti yang di simpan di 'tempat' rahasianya. Tuan leader ini kemudian melakukan sihir lagi... dan kemudian sebuah roti kecil muncul di tangannya. Ini bukan berarti ia bisa menciptakan makanan. Roti tersebut hanya disimpan karena ia tidak ingin memakannya.

"Makanlah... jangan sampai kau mati kelaparan di sini," memberikan roti tersebut pada Ren.

Kruuuuuuuuuuuuuk.

Begitulah, sepertinya cacing dalam perut Ren semakin merana karena sudah tidak ada lagi makanan dalam perutnya yang harus dicerna. Gadis kecil yang banyak maunya itu melirik tajam ke arah sepotong roti yang dipegang Rolly. “Ah, makanan!!”

Tanpa pikir panjang, Ren melahap habis roti yang direbutnya dari tangan Rolly; terlihat sangat, sangat tidak sopan. Seharusnya ia mengambilnya dengan ucapan “Terimakasih” atau semacamnya. Terlihat tidak sabaran dan rakus—yap, wajar saja; ia belum makan dari kemarin. Sungguh bodoh. * Yah, setidaknya roti itu sedikit mengisi perutnya yang kosong melompong.*

“Fuuh.. Kenyaaaang~” gumamnya sambil menepuk-nepuk perutnya. Sebenarnya, tidak habis pikir juga, sepotong roti bisa membuatnya kenyang. Tapi ya sudahlah, ini lebih baik daripada ia mewek dan semakin membuat Rolly dan Nanase repot. Tampaknya sifat kekanak-kanakannya masih belum hilang juga..

“Terima kasih, kakak leader yang baik hati!” Kembali, ia tersenyum seolah-olah tidak terjadi apa-apa. “Maaf ya, Ren sudah banyak merepotkan kakak! Sebagai gantinya, Ren mau membalas budi kepada kakak!”

Ren mencoba memusatkan kekuatannya yang masih belum stabil itu ke kedua tangannya. “Hup!” Dengan mengerahkan hampir seluruh kekuatan sihirnya—walaupun tidak sebaik sihir sang Tuan Leader—ia membuat sebuah bunga dari angin yang telah dipadatkan. Ruangan itu serasa dikelilingi oleh kelopak-kelopak yang dibentuk dari angin.

“Hahh. Hahh,” tampaknya ia terlalu memaksakan diri dengan kondisi seperti itu. “Ini, Kaze no Hana, atau Bunga Angin. Bunga ini banyak terdapat di desaku dulu. Kata kakakku, bunga ini melambangkan bisa digunakan sebagai pengganti rasa terimakasih. Ini untuk kakak, semoga kakak menyukainya ya!” ucapnya dengan nafas terengah-engah. “Ini ajaran guruku--Yah, walaupun tidak terlalu mirip dengan aslinya tapi.. Aku akan berusaha lagi, suatu saat kalau aku berhasil menyempurnakannya aku akan memberikan bunga yang lebih sempurna kepada kakak! Janji ya! Janji ya!”

Ren memberikan bunga yang berbentuk seperti bunga daffodil itu kepada Rolly dan Nanase; setidaknya ia tahu cara berlaku lebih sopan dan berterimakasih kepada orang yang telah menolongnya. Sewaktu ia akan memberikan ‘bunga’ itu kepada sang Leader dan Vice-nya, tiba-tiba, bruukk!! Kembali gadis kecil yang sangat merepotkan ini terjatuh. Bukan lapar. Bukan pingsan. Hanya..

Sebuah kecerobohan biasa. Terantuk sesuatu, kemudian terjatuh. Well, itu cukup membuat Rolly dan Nanase kaget karena mereka pikir kalau terjadi sesuatu pada anak yang cerewet ini bisa-bisa mereka tambah dibuatnya repot. Yah--setidaknya ini membiarkan mereka menghirup nafas lega sebentar. Setidaknya.

Hirasaka Himi tidak sakit. Tapi ia memutuskan untuk pergi ke Unit Gawat Darurat Municipal Building. Siapa tahu bantuannya diperlukan di sana. Ia bukan dokter atau perawat, tapi minimal dia tahu obat-obatan dasar dan cara membalut orang lain.

Begitu memasuki ruang UGD, Himi melihat Rolly, Nanase, dan... seorang gadis kecil sedang terbaring di lantai. Entah karena pingsan atau terjatuh. Maka dia menghampiri gadis kecil bernama Ren itu.

"Kau baik-baik saja? Bisa berdiri?" tanya Himi sambil mengulurkan tangan.

"Kau baik-baik saja? Bisa berdiri?"

Siapa lagi? Seorang gadis... Berkimono? Ia mengulurkan tangannya untuk membantu gadis kecil berambut kuning keemasan ini berdiri.

"Ah, i-iya, Ren sudah tidak apa-apa," jawabnya, bangkit dari tempatnya terjatuh tadi karena dibantu berdiri oleh wanita berambut pink itu. "Te-terimakasih sudah membantuku berdiri. A-anoo, kakak siapa?"

Kemudian ia berjalan mengitari Himi sambil memperhatikan pakaiannya--well, baru kali ini ia melihat pakaian seperti itu, yaitu Kimono. Maklumlah, ia tidak pernah melihat kimono ataupun semacamnya sebelumnya.

"Aku sama sepertimu, orang dari Municipal Building. Namaku Hirasaka Himi," jawab Himi tanpa merasa risih diperhatikan seperti itu. Dia merasa tidak perlu menanyakan balik nama gadis kecil itu. Biarlah dia memberitahukan namanya sendiri, itu pun kalau dia mau memberi tahu.

"Aku sama sepertimu, orang dari Municipal Building. Namaku Hirasaka Himi,"

"Ah, Himi-neechan~ Yoroshiku! Namaku Ren, dari Municipal juga!" ucapnya dengan polos. Benar pikir Himi, Ren pasti akan memberitahukan namanya, cepat atau lambat.

"Nee, Himi-nee, kok ke UGD? Ada yang sakit?" kemudian ia kembali bertanya dengan polos. Dasar Ren.

"Tidak. Aku sengaja datang ke sini untuk memberikan bantuan. Siapa tahu aku bisa berguna," jawab Himi sambil memandang keadaan sekitarnya.
"Tapi kelihatannya tidak banyak orang sakit di sini."