[RP] Municipal Kafetaria

"Baiklah."

Kuranpuri meletakkan nampan itu dan menutupnya, "Shikarazawa-san atau koki-sama, ada lagi yang bisa kubantu?"

"Ya,"jawab Kishinami singkat, seraya memindahkan daging-daging yang sudah digoreng ke beberapa nampan besar yang sudah ia tata sebelumnya dengan kentang rebus dan sayuran hijau yang segar,"Anda bisa bantu saya membawa ini ke dalam kafetaria,"lanjutnya. Ia menuangkan sedikit kecap manis di atas rangkaian makanan tersebut untuk memberi rasa sedikit manis.

"Tolong,"ujarnya singkat kepada Kuranpuri sambil memberi isyarat mata untuk mengambil dua nampan besar yang ada di counter. Sisanya sudah ia bawa ke dalam kafetaria.

OOC: ajib. fast paced =)) *plak*

Pathetic.

Tidak ada kata lain yang dirasanya cocok untuk menggambarkan hal tersebut. Jangan tanya perihal apa, karena parternya sendiri pun juga tidak akan mengerti—bahkan kemungkinan besar tak akan diberitahukannya—perihal kondisi yang bersangkutan. Membiarkan pandora tetap pada tempatnya. Tidak mengijinkan sesiapa mengintip, alih-alih menyentuhkan ujung jarinya sedikitpun. Tidak. Sampai ia benar-benar dapat menyandarkan kepalanya dengan nyaman pada punggung bertajuk kepercayaan. Mph. Pathetic, as always.

Pendengarannya yang tajam dan selalu awas mampu mendengar gerak disekitarnya. Bunyi denting sendok dan garpu yang berbenturan, langkah samar sang koki dari dalam dapur, bisikan halus bibir-bibir mungil di meja seberang. Ya. Suatu anugerah, jika Nate Keehl yang beropini—sebuah bencana dan memuakkan untuk seorang Llyon Mario—lelucon murahan untuk sang gadis; Marion Emmaline. Tiga entitas dengan sifat yang bertolak belakang satu sama lain lahir ke dunia, dengan dua diantaranya yang mengenyam hubungan persaudaraan akrab, saling memercayai, dulunya, namun direnggut dengan sebuah bencana yang menghabiskan seluruhnya. Memutus kepercayaan tersebut secara sepihak.

Derita, untuk Marion Emmaline.

Lamunan panjang untuk manusia, namun tidak untuk yang tak bernyawa. Sebuah suara menyusup ke dalam pendengarannya, tidak secara langsung, tampaknya. Kuranpuri, mm?

Tidak menoleh ke arah dapur, hanya tersenyum manis—seperti biasa—eskpresi abadi kesukaan sang gadis. Lekukan halus bertitel senyuman, apapun maksud dari senyuman itu, karena jika kau memberikannya sebuah senyuman sinispun, aloha from hell—like she care. Tidak akan berpengaruh terhadap dirinya. Sang gadis bertopang dagu. Bertumpu pada meja panjang di hadapannya. Berbicara soal usia, eh? Mm… Ia bahkan sudah lupa tahun berapa ia berada di sebuah negara bernama Tokyo bersama keluarga. Lupa secara spesifik ketika mereka pergi untuk melihat-lihat senjata khas Jepang yang terkenal di sebuah toko antik. Lupa secara spesifik… Kapan ia mati. Kapan ketika seseorang mencoba untuk membunuhnya, menggunakan dirinya sebagai umpan untuk bertahan hidup di tengah-tengah bencana. Lupa. Ketika ia merasakan rasa sakit, proses dimana ia mendapatkan keimmortalan dari entitas tak dikenal—setidaknya, sampai vampire hunter dari gerombolan bedebah di seberang tidak mencoba bermain-main dengannya.

Marion mendengus samar, menelengkan topaz kembarnya ke arah dapur ketika mendengar suara logam yang berbenturan dengan benda keras. Tembok, hm?

“Butuh bantuan disana, Miss? Aku pernah beberapa kali belajar memasak, dulu.” Suara manis itu menawarkan—dan gumaman seorang pria kembali tertangkap olehnya. Berujar kalem bernada sopan yang terselip, “Oh, kurasa tidak perlu. Kutarik kembali kalimatku.” Cukup keras untuk didengar oleh mereka yang di dapur.

Ya. Tidak jadi.

—Karena tidak ada yang lebih menggelikan dari suatu kondisi penuh rasa kepedulian. Pada akhirnya manusia toh akan mengorbankan apa saja demi diri mereka sendiri. Mm—hm, jangan lihat tempat ini, atau menara sebelah. Rasa peduli berlebih, dan ia tidak yakin akan hal tersebut. Kebaikan hati, jika dapat dikatakan begitu, dengan imbalan apa nantinya yang akan diminta oleh mereka. Tidak ada yang tahu, dan tinggal menunggu waktu.

---

Lokasi: Dapur, Municipal Building

“Sungguh membosankan untuk terus duduk tanpa melakukan apapun, meski melakukannya berjam-jam adalah hal yang mudah. Butuh bantuan, Miss—dan Tuan Ninja yang disana?” Satu gerakan halus, membawa Marion berada di dalam dapur, tepat di belakang pintu ruangan yang penuh dengan peralatan masak tersebut—dan jangan tanya bagaimana ia dapat tiba dengan cepat. Lelucon murahan, ingat? Guratan halus abadi terpatri pada kanvas lembutnya, tersenyum menawarkan. Topaz kembarnya mengerling, “Masakan Jepang, eh?”

---

OOC: panjang? maap, keterusan ngetik =))

Lokasi: kafetaria, masih di bangku yang sama nampaknya


...
Rolly mengetuk-ngetukan ujung jarinya pada meja, ia telah menunggu makanan selanjutnya, well kali ini agak lama tidak seperti biasanya.

"Jangan-jangan aneh-aneh lagi..." gumamnya membayangkan apa yang terjadi di dapur dan seperti apa bentuk makanan yang menjadi makan siangnya.

Sementara itu perutnya sudah berteriak-teriak, ia belum menyentuh sesuap makananpun sejak pagi. Penyakit anak-anak, malas makan jika memang tidak ingin, dan sok kuat untuk terus tidak makan.

Mata sang Ninja menyipit memandang sang vampir yang sudah berada di depannya. Ia ingin menerima bantuan dari Marion, sebenarnya, tapi berhubung yang menawarkan bantuan adalah seorang--walau bisa dibilang, sudah tidak mempunyai status sebagai 'orang biasa'-- wanita cantik, ia berusaha menolaknya. Harga dirinya sebagai lelaki tidak mengizinkan.

"Maaf, Nona,"tampik Kishinami halus, ia membuka pintu dan memberi isyarat bagi dua wanita di belakangnya untuk mengikutinya,"Saya bisa tangani ini sendiri. Silakan Anda mencari tempat duduk yang nyaman untuk menyantap makan siang kali ini... Oh, dan terima kasih, tawarannya,"lanjutnya.

-------------------------------------------------------------------------

Lokasi : Kafetaria

Harumnya makanan yang telah Kishinami dan Kuranpuri buat menyebar ke seisi ruangan kafetaria. Setelah menaruh kuali-kuali tersebut di tempat pengambilan makanan, Kishinami berseru agak keras, "Warga gedung pemerintahan Tokyo sekalian,"dan ia langsung membersiihkan tenggorokannya. Suara yang keluar agak serak. Sudah lama ia tidak bersuara sekeras ini,"Ehm, makan siang telah siap. Silakan Anda mengantri di bagian kanan untuk mengambilnya. Selamat menikmati!"

Akhirnya datang juga...

Makanan, makanan... akhirnya makanan juga.
Hasil karya Kuranpuri, Kishinami, dan bantuan tuan Koki rasanya lebih bagus. Namun bagaimana kata si Pemimpin yang terus memasang tampang sendunya, dengan dagu yang tertopang di atas tangan?

"Aaah... makanan apa ini? Jelaskan spesifikasinya?" ia memberi perintah seperti di medan perang, tidak mau menyentuhnya... ini mungkin trauma karena masakan coklat ala Kishinami juga.

Mata Kishinami, untuk yang kesekian kalinya, menyipit tajam, mengarah ke arah Rolly.

"Bicaralah yang sopan, ketua Rolly,"Kishinami mencoba untuk tetap tenang,"......Nikujaga.. Daging sapi--tapi karena kita tidak punya sapi, saya menggantinya dengan daging mutan dan kentang yang direbus lalu dibumbui oleh kecap manis. Daging mutan ini sudah saya rebus dan saya goreng setengah matang agar terasa sedikit lebih renyah,"jelasnya dengan intonasi yang tak berubah, dengan pandangan yang masih menyipit ke arah Rolly. Tangannya lalu mengarah ke taiyaki yang dibuat oleh Kuranpuri.

"Itu taiyaki, dibuat dengan bahan biji cokelat, tepung terigu, cornstarch, dan gula. Dibuat oleh Nona yang itu,"jelasnya sambil menunjuk Kuranpuri. Entah kenapa, Kishinami belum pernah menyebutkan nama Kuranpuri, walau ia sudah sangat sering mendengarnya.

"Kali ini, saya membuat makanan bersama nona itu dan koki utama, jadi saya harap makanannya enak,"ia menuangkan satu piring penuh nikujaganya,"Silakan."

Penjelasan dari Kishinami agaknya cukup panjang, namun Rolly menyukai penjelasan yang seperti itu, lengkap dan jelas. Ia terdiam memandangi makanan yang Kishinami sajikan, apa tadi namanya, "Nikujaga Mutan?"

Penampilannya memang tidak begitu bagus... tapi coba dengan rasanya. Rolly mengambil piring nikujaga tersebut, memotongnya kemudian melahapnya hati-hati.

... Satu detik... sepuluh detik... dan detik-detik selanjutnya masih mengunyah dengan tenang.

Pada detik ke sekian, Rolly terdiam, ia telah menegak daging mutan tersebut. Dan... "Ah ini enak!" sebuah ekspresi, atau pujian. "Setidaknya lebih enak daripada eksperimen dengan coklat kemarin," lanjutnya tidak mau lebih memuji.

OOT: Ikutan dong~ (Akhirnya~)

---

Hera sepert biasa, sedang asyik membaca buku sambil berjalan. Entah bagaimana dia bisa berkonsentrasi ke arah mana dia akan pergi. Buku ilmu tumbuhan yang ia baca meracuni mata dan otaknya, sehingga kini ia tidak peduli lagi dengan jalanan. Entah kakinya mau membawa ia kemana, toh kini ia sebatang kara.

Ia sampai pada sebuah kafe. Municipalu Kafetaria? Hera mengernyitkan sebelah alisnya dan mengangkat alis yang satunya lagi. "Kafetaria hm? Mengapa tidak?" Gumam Hera. Masih dengan membawa buku, ia duduk di salah satu bangku. Entah bisa dibilang ramai atau tidak. Haze menunggu seorang... Ehmm.. Tunggu... Apa sebutannya? Pelayan? Ya ampun... Yah, semacam itu, datang ke mejanya. Menawarkan makanan atau minuman yang mungkin kafe ini punyai. Sambil menunggu, ia membaca bukunya lagi.

Satu orang datang... orang demi orang datang...
tempat itu semakin ramai saja, yah namanya juga jam makan siang, semua orang yang kelaparan (atau tidak) pasti mengumpulkan diri di kafetarian.

Rolly masih melahap makanan, yang baru kali ini rasanya lumayan untuknya. Ia sempat memperhatikan Hera yang baru saja datang bersama bukunya, tepat di sebelah kursinya. "Bagaimana kalau mencoba makanannya dulu?" sejak tadi Kishinami telah menyajikan Nikujaga Mutan ala-nya di meja Hera.

Setelah beberapa lama menunggu, pandangan mata Kishinami akhirnya kembali normal setelah Rolly memberikan pendapat soal masakannya. Ia berhasil.

".... Terima kasih,"ujarnya singkat, dengan sedikit sunggingan senyum di ujung bibirnya. Entah kenapa, hari ini Kishinami sudah dua kali tersenyum.

"Anda bisa menikmati hidangan penutupnya, taiyaki,"Kishinami kembali mengumumkan,"... Yang bisa diambil disana, yang ada Nona editor itu,"jelasnya seraya menunjuk Kuranpuri.

"Bagaimana kalau mencoba makanannya dulu?"
"Anda bisa menikmati hidangan penutupnya, taiyaki. Yang bisa diambil disana, yang ada Nona editor itu"

---

Hera terdiam. Ia melipat ujung halaman bukunya, sebagai penanda.. Hmm.. Kau tahu kan? Hera menatap lurus di mejanya. Lalu ia menoleh ke arah salah satu gadis di sebelahnya. Ia Rolly, pemimpin/ketua/apalah municipal building.

Hera menatap lurus makanan di antara dia dan Rolly. Lalu ia berkata pelan "Boleh kuicip?" Hera sudah menyiapkan garpu di tangannya.

OOT: Serasa maen sebage Hell Girl~ *dihajar* =)) =))

Rolly hanya melirik Hera yang nampak siap dengan acara makan-makannya. "Kalau mau makan ya makan saja, lagipula rasanya lumayan kok," entah mengapa kata-katanya seakan sedang promosi masakan Kishinami.

Dan soal Taiyaki...
"Sebelum memakan taiyaki itu, aku ingin mendengar spesifikasinya langsung dari pambuatnya," ucap Rolly lagi, nampaknya ia memang harus begitu sebelum makan makanan asing.

Topaz kembarnya mengerjap beberapa kali. Terdiam, sesaat, mendapati respon—penolakan, dari sang Ninja. Na—ha. Padahal ia hanya menawarkan bantuan kecil. Hanya bantuan kecil untuk membantunya membawa ‘hasil karya’nya dan Kuranpuri. Namun ditolak. Nah. Nah. Kesal? Mph. Ya. Tentu saja—sedikit. Tidak terbiasa permintaannya, untuk kali ini, bantuan tulusnya ditolak. Tidak biasa, sementara ia terlalu terbiasa untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Dari dulu, hingga sekarang. Sang gadis membiarkan pemuda itu melewatinya, masih, dengan manik yang—meskipun sebenarnya tidak perlu—mengerjap beberapa kali, hanya memertahankan senyum halus yang sama pada bingkai yang sama.

—Merde.

Padahal ia sedang mencari kesibukan yang positif a.k.a membantu.

Ia berbalik, manik kembarnya bertumpu pada punggung Kishinami yang mengisyaratkan dua gadis—wanita, tepatnya—disana untuk segera keluar dari dapur. He got what he want now. Marion mengangguk sopan kepada sang koki sebelum benar-benar meninggalkan dapur.

---

Lokasi: Kafetaria

Satu tambahan lagi entitas yang jarang dilihatnya di dalam gedung, namun aroma tubuhnya sering tercium oleh sang gadis. Peduli? Tidak. Karena tampaknya toh gadis kecil ini bukan musuh—mmhh… Meski musuhpun ia juga akan lihat-lihat, dalam berbagai artian—dan tampak tengah menikmati hidangan baru yang tersaji. Penciumannya tidak dapat benar-benar merasakan masakan di atas meja itu lezat. Tidak bisa, karena tak ada hal lain yang jauh lebih lezat dari darah, namun sungguh tidak etis untuk membiarkan entitas-entitas malang ini melihatnya makan, meski dapat dilakukannya sesuai dengan manner yang seharusnya.

Nikujaga. Taiyaki.

Masakan Jepang.

Yah. Setidaknya mereka memang butuh asupan gizi, meski tidak memenuhi syarat, di area seperti ini. Sang gadis hanya mendengarkan komentar-komentar yang menyusup keluar dari tiap-tiap individu yang dapat merasakan masakan ‘normal’ tersebut—jika tidak mau dikatakan darah adalah makanan yang normal dan lezat. Berani bertaruh, mereka akan mual mendengarnya. Sang gadis mengerling pada Nanase. Sesosok yang memiliki kesamaan ras dengannya, tertawa renyah. “Tertarik untuk mencobanya, Nanase?”

---

OOC: berinteraksi dengan Nanase, daripada saya diem =)) lol

Hm, sibuk. Sobuk sekali sepertinya mereka semua. Hanya membicarakan tentang makanan aneh. Akankah putri ini memakan makanan yang mereka bicarakan? Mungkin tidak. Tetap saja mulut ini haus akan darah. Tidak bisa menggantikannya. Apaboleh buat jika tidak ada darah yang cukup segar untuk diminum sambil memandang panorama yang indah. Eits, indah? Mungkin salah satu di tokyo ada tempat yang wonderfull.

Melihat para anggota Municipal sedang meributkan dalam pembuatan makanannya. Oh, dear. Mendengarnya membuat telinga nona kecil lelah mendegarkannya. TIdak mengucapkan satu dua kata, mereka pergi ke dapur. Untunglah, bisa mengistirahatkan telinga Nanase.

Diam. Itulah yang dilakukan pada saat mereka semua pergi. Begitu juga dengan salah seorang nona yang mempunyai ras yang sama dengan nona Sumeragi, Marion. Begitu baik dia mebantu para tetuah yang sedang membuat hidangan yang akan mereka makan. idak ada topik pembicaraan--tidak ada pula orang yang akan mendengarkan dan menjawab perkataannya.

Beberapa menit kemudian makanansiap dihidangkan. Hm, bau yang cukup membuat tubuhmu berbicara. Yummy, tapi sayangnya tidak sesuai kembali dengan mulutnya. Tetapi apa salahnya Nanase mencoba.

“Tertarik untuk mencobanya, Nanase?”

Ah, nona Marion kembali hadir dan menanyakan sesuatu hal. Tertarik mencoba hidangan yang berada di meja? Mungkin iya. Karena masalah mulut kalah dengan masalah yang berada di perutnya. " Mungkin. Bagaimana dengan Marion? " berhasil lagi menyebutkan nama dengan benar.

"Kalau mau makan ya makan saja, lagipula rasanya lumayan kok,"

"... Terima Kasih banyak..." ucap Hera pelan pada Rolly. Jangan tanya mengapa Hera selalu pelan berkata-kata. Masa lalunya kelam dan ia belum punya teman seorangpun di tempat barunya. Rolly? Itu hanya karena dia bos/ketua/pemimpin atau apalah.

Hera mulai menancapkan garpunya ke makanan yang namanya... Apa tadi? Nikujaga ya? Semacam itu. Ia mengangkatnya ke depan bibirnya. Lalu lagi-lagi berkata pelan "Selamat makan..."

Hera memasukkan makanan itu ke mulutnya. Ia mengunyahnya perlahan. Tak lama kemudian, ia memberi senyum kecil ke rolly. "Ini Enak..."

Kuranpuri berdiri tenang di balik meja tempat penyajian makanan itu, kepalanya menunduk. Sesekali ia tersenyum mendengar langkah orang-orang yang datang dan pergi dan dan baik dalam pikiran maupun perkataan, memuji masakan Kishinami. Kuri sendiri terlihat sibuk dengan telepon selulernya di balik meja, entah siapa yang dia kirimi pesan untuk datang ke kafetaria.

Bersamaan ketika ia mengadah, rombongan anak-anak kecil Gedung Pemerintahan berlarian masuk dengan berisik.

"Kuri-nee!! Kami mendapat pesanmu! Mana daging superenaknya? Aku mau coba!"
"Aku duluan! Aku lapar sekali sejak....er....yang itu tadi!"
"Jangaaan! Aku saja,, aku bisa mengucapkan namanya. Eh. Kakinaga kan?"

Kuri hanya tertawa mendengar semuanya, "Ahaha~ semua akan dapat kok. Tapi kalian harus minta dengan sopan ke paman yang di sana itu. Namanya Shikarazawa-san, dan hidangannya disebut Nikujaga." katanya lembut sambil menunjuk Kishinami. Ia tertawa lagi melihat kesunyian dan perubahan raut wajah anak-anak itu, "Tenang saja, dia tidak sejahat yang terlihat kok. Sebenarnya dia adalah orang yang sangat baik! Lihat saja, dia memasakkan itu untuk kita semua kan?"

Ia pun menghadap Rolly, "Mengutip Shikarazawa-san, Taiyaki ini dibuat dari tepung terigu yang dibuat roti isi coklat. Adapun bentuk yang sangat lucu ini adalah Macona-san, dari manga CLAMS, Tsubasa Gathering Journey." kata Kuri, lalu ia mengeraskan suaranya untuk bicara ke orang banyak, "Untuk kalian yang sudah menyelesaikan makan siang kalian atau masih ingin menikmati kudapan ringan, silakan coba Taiyaki ini~ Ah, piring kotornya mohon ditumpuk di bagian belakang, untuk memudahkan koki utama-san."

Rolly sejenak melirik Taiyaki yang disediakan oleh Kuri, hm... bentuknya memang Macona si maskot yang manganya pernah Rolly baca, dulu sebelum rumahnya hancur. Tapi bagaimana dengan rasanya? Coklat eh, itu adalah makanan favorit si ketua, setidaknya ia adalah penggemar berat makanan manis.

"Hm..." Rolly tidak banyak berkomentar, ia hanya mengambil satu kudapan ringan, Taiyaki Macona dari tumpukannya. Kemudian mencobanya...

...

Setelah selesai menelan gigitan pertama, iapun buka mulut. "Enak, ini seperti bukan Taiyaki biasa?" memang tampak tidak biasa. "Haah kalau saja Municipal bisa makan makanan senormal ini tiap harinya," ia berangan kembali sebelum memasukan gigitan berikut ke dalam mulutnya.

Kuranpuri tertawa renyah mendengar komentar Rolly yang sekilas terdengar seperti anak kecil, "Ahaha~ terima kasih banyak! Aku senang Rolly-ou menyukai masakanku. Senang rasanya mendengar orang lain menghargai hasil kerja kerasku. Mungkin lain kali aku bisa memasak seperti ini lagi,, tapi itu juga jika para koki utama ini mengizinkanku kembali ke dapur.." ujar Kuri panjang lebar sambil mengedikkan kepalanya pada Kishinami dan koki-san.

"Ayo yang lainnya, mau ikut mencoba juga? Selagi masih hangat~" tanyanya sambil menyodorkan piring berisi kue itu kepada Hera, Nanase, Kishinami, dan Marion.

Rolly menyukai kata-kata Kuranpuri, bagian ... 'Mungkin lain kali aku bisa memasak seperti ini lagi,, tapi itu juga jika para koki utama ini mengizinkanku kembali ke dapur..,'

Pemimpin kecil ini memikirkan sesuatu masih memegang satu Taiyaki lagi. "Hm... bisa saja, akan kubuat dia menerimamu di dapurnya," bersamaan dengan cengiran yang agak mencurigakan. Seharusnya ia tahu bahwa si koki tidak pernah mengizinkan siapapun masuk ke dapurnya, tapi kali ini berhasil, dan seharusnya untuk waktu-waktu ke depan koki berbadan besar dengan pancinya itu bisa mengizinkan beberapa orang dengan talenta masak untuk bergabung dengannya di dapur.

".... Apa saya juga boleh ikut menjadi koki di dapur?"tanya Kishinami tiba-tiba. Terselip sedikit nada ketertarikan dalam pertanyaannya kali ini.

"Ehm, maaf memotong pembicaraan Anda sekalian,"Kishinami buru-buru mengendalikan intonasi suaranya lagi,"Tapi bagi saya... Saya ingin bisa membuat lebih banyak makanan lagi. Alasannya..."ujarnya tanpa melanjutkan kata-katanya lagi. Tampaknya Kishinami sedang kebingungan dalam mengutarakan pemikirannya.

"Bukannya Shikarazawa-san memang koki tetap di dapur kafetaria ya? Kukira begitu.", tanya Kuranpuri lurus-lurus, "Tetapi aku sungguh bangga padamu, apa itu artinya Shikarazawa-san akan membuat masakan yang lebih enak lagi dari ini? Kalau memang begitu, aku tidak begitu diperlukan di dapur! Kan sudah ada koki hebat yang membantu koki utama-san~"

Tanpa menunggu jawaban dari Kishinami, Kuri tersenyum lebar dan mengangkat tumpukan piring kotor dari meja, "Ah, kalau begitu aku mohon diri dulu. Aku akan membersihkan piring-piring ini."

"....Tidak, aku--ah, Saya.."sergah Kishinami buru-buru sebelum Kuranpuri meninggalkan tempat itu,"....Kita bisa melakukannya bersama... Membuat makanan,"ia terus mengoceh sampai matanya membelalak, tidak mengetahui apa yang ia bicarakan.

"....Bicara apa, aku ini.."

Rolly akhirnya angkat bicara, menengahi kedua pemasak yang lumayan jitu untuknya ini. "Ya... ya... masing-masing dari kalian pasti punya potensi lebih untuk memasak. Tidak salahnya juga kalau menjadi asisten kepala koki untuk membuat makanan semacam hari ini," ia selesai dengan taiyaki keduanya.

Lalu bergantian memandang Kishinami dan Kuranpuri. "Tuan Ninja Anda benar-benar ingin jadi koki eh?" baru sadar Rolly dengan niatan Kishinami. Ia selalu saja teringat dengan rasa masakan dahsyat Nami... adonan coklat aneka rasa itu.

Kishinami masih tenggelam dalam pemikirannya mencari alasan--sambil sesekali mengambil piring, garpu, dan pisau makan yang telah kotor sampai menumpuk di tangannya, ketika ia mendengar pertanyaan Rolly.

"Saya ingin,"jawabnya cepat,"....Tapi saya rasa dapur terlalu besar untuk diisi hanya dua koki--sementara yang lain hanya membuat makanan sekedarnya..."gumam Kishinami dengan suara yang makin lirih, namun masih datar dan dingin.

"...Saya ingin membuat makanan yang bisa sedikit mencerahkan isi gedung yang... Gelap ini,"lanjut sang ninja tanpa mengetahui secara pasti apa yang ia ucapkan.