[RP] Himeta's Boutique

Out of RP : Spectator
Comment : 1. Kenapa itu ada double post Tama tanpa kata kata...?
2. Wow! Sinetron mode on!

Setelah mengatakannya, ternyata Tamaki meragukannya. Himeta menggeleng cepat, "Tidak, Tamaki. Aku justru sangat bersyukur karena ada yang mencintaiku selama ini. Apalagi orang itu adalah kamu, Tamaki. Aku sungguh bahagia. Apa perlu kukatakan sekali lagi? Aku mencintaimu. Titik. Perasaan itu juga kurasakan, Tamaki. Tidak hanya kau.." ujar Himeta panjang lebar. Sesungguhnya ia menangis bahagia.



OOT: ea~

OOT: ooh~~
_________________________
rienne menyenderkan kepalanya ke pundak kazune ketika melihat pernyataan cinta mengharukan antara tamaki dan himeta. "oh....." katanya sambil terharu. akhirnya ada juga pasangan kekasih di Tokyo Tower Grup selain dirinya dan Kazune.

"jadi ingat waktu dulu. kamu menyatakannya di rumahmu kan kazu?" kata rienne sambil tersenyum, mengingat dahulu kazune menyatakan cintanya pada rienne. meskipun secara tak langsung.

Tama terdiam. Himeta telah menjelaskan semuanya padanya. Wajahnya memerah, hasratnya bergejolak. Ia tak pernah merasakan kebahagiaan ini sebelumnya. Ia bahkan sampai tidak bisa tersenyum, saking bahagianya.

Tama lalu membalikkan badannya, memeluk sang gadis yang ia cintai itu. Tanpa basi-basi, ia memeluknya erat, seakan tak ingin melepaskannya. Tanpa ia sadari, ia mencium kening Himeta dengan lembut.

Ia kaget dan melepaskan dirinya dari gadis itu.

"Maafkan aku Himeta! Aku tak bermaksud..."

Ah, speechless sudah. Ia lalu terdiam sejenak, dan memikirkan sesuatu. "Lalu setelah ini... apa yang kita lakukan?" tanyanya bingung dan heran.

Dasar... lemot!
_________________

OOT: eaa... eaa... Tama gerak cepat! >,< gomen ya Hime!

Jantung Himeta terasa terhenti ketika Tamaki memeluk dan menciumnya. Wajahnya sudah semerah tomat, tidak terlalu mengira respon Tamaki seperti itu.

Himeta hanya mengangguk gugup ketika Tamaki meminta maaf atas perbuatannya barusan.

"...Ayo bantu bersih-bersih! Supaya tidak ada kecoa yang datang lagi!" ajak Himeta bersemangat. Ia tertawa kecil. Mungkin ini adalah hari yang tak pernah ia lupakan seumur hidupnya..




-----
SINETRON SELESAI. Kalau dirasa cukup, dilanjutkan saja pada keesokan harinya.

Jantung Himeta terasa terhenti ketika Tamaki memeluk dan menciumnya. Wajahnya sudah semerah tomat, tidak terlalu mengira respon Tamaki seperti itu.

Himeta hanya mengangguk gugup ketika Tamaki meminta maaf atas perbuatannya barusan.

"...Ayo bantu bersih-bersih! Supaya tidak ada kecoa yang datang lagi!" ajak Himeta bersemangat. Ia tertawa kecil. Mungkin ini adalah hari yang tak pernah ia lupakan seumur hidupnya..




-----
SINETRON SELESAI. Kalau dirasa cukup, dilanjutkan saja pada keesokan harinya.

"hahaha... Cinta ya..." kazune mengelus kepala rienne.

lalu kazune ingat sesuatu.
"hei! Maaf kalau aku mengganggu kebahagiaan kalian, tapi, himeta, mana pesananku? Sarung flute." ujar kazune.

OOT: oh ya. waktu itu dicepetin Tama sih ya?

****

Himeta terdiam sejenak, mengingat-ngingat dimana ia menyimpannya. Waktu itu Rienne memang pulang tanpa membawanya.

"Ah ya. Benar juga.."

Himeta kembali masuk ke dalam butik dan membuka laci meja kerjanya, "Oh, ini dia.." katanya sambil menyerahkan sarung flute itu pada Kazune.

Tama melihat Himeta mengambil pesanan milik Kazune. Oh... Kazune memesan sarung flute ya? Ia tak tahu itu. Tapi tak apa, toh ia tak terlalu peduli. Ia kemudian kembali masuk ke dalam toko dan mengambil sepasang sarung tangan berwarna oranye. Selama ini ia selalu memakai sarung tangan berwarna hitam yang jumlahnya banyak sekali.

Kali ini, ia ingin mengubah suasana. Hatinya sedang gembira sekali. Entah kenapa, jadi banyak hal yang ingin dilakukannya. Ia lalu menghampiri Himeta, pacarnya, dan mengeluarkan sebotol kecil potion berwarna merah mengkilap dari sakunya. Sesuatu aura yang aneh memancar dari botol potion tersebut. Dimana ia mendapatkan itu?

"Himeta-san, saya ingin membeli sepasang sarung tangan ini... Bagaimana kalau ditukar dengan potion ini... saya tidak tahu apa gunanya, tapi mungkin sesuatu yang baik?" tanyanya.

________________

OOT: humm? Hayo bikin rusuh dengan potion itu!!!!! >,<

OOT: ghyahaha. mau aja sih~ xD

*****

"Eh? Oh.. Iya.. Terima kasih.." Himeta menerima potion yang diberikan Tamaki dengan gugup. Padahal sudah jelas hari ini tokonya tutup, tapi kenapa ia tetap melayani jual beli ya? Yah, yang namanya rezeki.. jangan ditolaklah~.

Himeta menghampiri Rienne dan bertanya, "Rienne, apa kau tahu jenis potion apa ini, ya?" Warnanya yang merah menyala membuat Himeta curiga pada isinya. Darimana dan mengapa Tamaki bisa dapat potion ini? Ah, retoris...

OOT: apalagi rejeki dari pacar sendiri! wkwkwk
ayo verin! kmu kan jago bikin rusuh! >,<v
______________

Tama melihat Himeta menanyakan soal potion itu pada Rienne. Sebenarnya ia sendiri tak tahu itu dan penasaran tentang apakah kegunaan dari potion itu, karena bisa gawat kalau ternyata itu potion yang berbahaya dan akan mencelakai Himeta. Ia tak mau itu. Sehingga ia sangat berharap kalau potion itu 'baik-baik' saja.

"Eto... Rienne-san?"

Ia ikut bertanya pada Rienne untuk memastikan status potion itu. Ia tak ingin Himeta kenapa-kenapa karena kebodohan dirinya. Dan jika itu terjadi, saat itu juga Tama akan melakukan harakiri* dengan menggunakan shunseikinya.

*Bunuh diri ala Jepang (lebay desu~)

"ehhh.......itu apa ya?" kata rienne. dia mengamati potion yang dibawa himeta. warnanya merah. dia mencoba mengingat-ingat apa nama potion itu. butuh 5 menit baginya untuk mengingat..

...sampai dia menyerah dan akhirnya membuka buku catatannya.

dia membalik halaman buku itu, sampai menemukan racun yang ciri-cirinya mirip dengan cairan yang dibawa himeta. "nah! ini dia! hixulamitiedia......apaan nih?" katanya sambil membaca buku itu dengan serius.

tiba-tiba rienne tercengang.

hixulamitiedia, racun ini berguna untuk membuat seseorang mampu bekerja keras, selama 3x24 jam, tanpa jeda waktu. digunakan untuk pekerja paksa, ataupun orang yang dibenci untuk melakukan sesuatu. ramuan ini sangat langka karena tidak pernah digunakan lagi setelah perang. bernilai tinggi.

rienne berseru senang. "ini..ini racun yang sangat langka! waaah...." katanya sambil menutup bukunya tanpa membaca lebih lanjut.

tak ada yang tahu kalau di buku itu ada kelanjutannya.

lanjutannya.. (WARNING! SPOILER! kalau yang pingin bersenang-senang menebak, silahkan lewati, yang pasti ini ga diketahui oleh semua tokoh yang bermain!)

Spoiler:

Tama tampak bingung. "Hixula... eh apa?" tanyanya kaku.

Ia juga membaca sedikit buku catatang itu. Ia tidak menyangka seseorang yang telah memberikan potion itu di negeri lain ternyata punya maksud buruk padanya. Bekerja keras? Apa-apaan itu? Tapi yang pasti racun itu hanya buat pekerja paksa.

Tetapi tadi Tama baru saja memberikan racun itu pada Himeta. Ia menjadi khawatir dan merebut racun itu dengan paksa dan terburu-buru dari tangan Himeta. Saking terburu-burunya sehingga...

Prangg

Tama menjadi sangat ceroboh. Ia baru saja menjatuhkan racun itu hingga... pecah. Air racunnya meleber kemana-mana di lantai toko butik ini. "Oh.. tidak!" serunya.

Tanpa basa-basi ia merobek ujung jaketnya dan segera mengelap air racun berwarna merah itu. Berusaha membersihkannya, namun ternyata racun itu malah meresap pada sarung tangannya. Kini telapak tangannya menjadi basah. Ia lalu membuka sarung tangannya dan melemparnya ke lantai.

Di telapak tangannya kini terlihat cairan-cairan merah, yang seakan hendak meresap melalui pori-porinya. Tama menjadi sangat kaget. Namun setidaknya ia bersyukur karena racun itu mengenainya dan tak mengenai Himeta. Apakah Tama akan terjangkit dampak dari racun itu?


Eh, tunggu sebentar...

Apa racun ini juga dapat menyebar lewat udara?

hanya yang terkena saja...

itu yang rienne tahu tentang racun itu. ketika racun itu pecah, dia sangat kaget. "jangan ada yang menyentuhnya! achiele!" dengan lingkaran sihir, rienne membuat racun itu mengapung dan memasukannya ke botol kosong yang kebetulan dia bawa di tasnya.

tanpa mengetahui kalau tamaki sudah terkena racun itu. dan tak lama lagi, efeknya akan terlihat.

Rienne menyuruhnya untuk jangan menyentuh racun itu, tapi sudah terlambat. Telapak tangannya kini basah akibat racun tersebut. Racun itu bagaikan sedang masuk ke dalam pori-porinya, karena telapak tangannya kian lama kian mengering.

Ia menyembunyikan telapak tangannya dari Himeta dan Rienne, karena tidak ingin mereka cemas karena mengkhawatirkannya. Setidaknya racun ini tak membahayakan, hanya menyebabkan bekerja keras saja. Begitu yang ia pikir.

Tapi siapa sangka, bahwa dampaknya tak sesederhana itu. Karena...

"Himeta-san... Rienne-san..."

Tiba-tiba Tama merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Kedua tangannya bergetar. Gairahnya bergejolak. Gairah apa? Gairah untuk melakukan sesuatu. Yap, bekerja. Ia kemudian menyadarkan diri pada tembok. Keringat mengalir di wajahnya.

"Himeta... berikan aku pekerjaan!!" serunya lantang. Apa yang akan terjadi berikutnya?

Baru selesai Himeta membaca buku Rienne, Tamaki meneriakinya. Minta kerja. Himeta tertegun sebentar, lalu mengerti apa yang terjadi. Dengan berat hati, ia berkata, "Sapulah toko ini.."

Himeta bergidik, entah kenapa. Ia merasa bahwa efeknya bukan hanya bekerja keras selama 3 hari. Himeta berbisik ke arah Rienne, "Gawat.. sepertinya Tamaki menyentuh potion itu. Aku-pun terpaksa memberinya pekerjaan. Tapi ini tidak bisa dibiarkan, kan? Aku tidak ahli dalam penyembuhan potion, Rienne. Witch-lah yang lebih mengetahui hal ini..."

"Tolonglah Tamaki, Rienne, Kazune-san. Meskipun efeknya membuat ia bekerja, tapi aku tahu sebenarnya ia menderita.." Himeta memohon pada Rienne dan Kazune. Akankah terwujud?

"menarik. Rienne. Jangan berikan potion apapun pada tamaki. Lalu aku minta sedikit potion itu untuk contoh. Aku akan menemukannya!" kazune langsung meminta potion itu dan berlari ke rumahnya. Tak lupa dia membawa sarung flutenya.

"himeta! Nanti kubayar sarungnya! Terima kasih!"

"menarik. Rienne. Jangan berikan potion apapun pada tamaki. Lalu aku minta sedikit potion itu untuk contoh. Aku akan menemukannya!" kazune langsung meminta potion itu dan berlari ke rumahnya. Tak lupa dia membawa sarung flutenya.

"himeta! Nanti kubayar sarungnya! Terima kasih!"

rienne menyerahan botol racun itu pada kazune. "hati-hati..jangan merusak racun langka ini." kata rienne dengan sedikit nada cemas melihat tamaki. lalu dia memberikan catatannya juga ke kazune. "siapa tahu bisa membantu" katanya lagi.

dan kazune pun pergi.

rienne melihat tamaki lagi, yang sepertinya benar-benar terpengaruh racun itu. "berikan saja dulu pekerjaan untuknya."kata rienne sambil memperhatikan kondisi tamaki.

Himeta menyuruhnya untuk segera menyapu ruangan. Tanpa basa-basi Tama lalu segera mengambil sapu dan membersihkan ruangan itu dari debu dan kotoran. Padahal butik itu sudah bersih, tetapi di matanya, butik itu masih kotor. Ia membersihkan sampai ke sudut-sudut ruangan. Dengan teliti, dengan apik.

Dengan susah payah pula ia memperlambat gerakan ayunan sapunya. Namun, apa daya, pengaruh racun itu membuatnya sigap, cepat, dan tepat. Sehingga dalam waktu sepuluh menit ia sudah menyelesaikan menyapu ruangan itu. Kini butik Himeta terlihat sangat bersih sekali.

Ia juga melihat letak barang-barang yang tidak simetris. Ia kemudian membetulkan ketidaksimetrisan itu, dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah, dari rak depan ke rak belakang, semuanya ia rapikan. Ia juga mencari dan mengambil lap basah untuk mengelap rak kaca yang agak sedikit berdebu. Ia lap terus sampai benar-benar berkilauan. Mengerikan...

"Hhah... Hhah..."

Setelah itu ia duduk sebentar, mengambil nafas. Karena membersihkan sebegitu banyaknya itu melelahkan sendiri. Keringat mengucur di samping pelipisnya. Namun, tiba-tiba dadanya kembali bergejolak dan terasa sakit. Ia menggenggam erat bajunya sambil menoreh ke arah Himeta dan Rienne.

"Hi... Himeta... Rienne... apa ada... pekerjaan lagi untukku...?" tanyanya tertatih-tatih.

geez..ini semua terlalu aneh..

rienne mendekati tamaki dan memegang tangannya. ternyata kondisi tamaki sangat aneh. seakan ada kekuatan fisik yang besar yang ditahannya. rienne juga menrasa aneh sendiri.

"sepertinya ada...yang terlewat..apa ya?" seru rianne sambil membuka tasnya dengan maksud mencari buku catatannya. namun dia lupa buku itu sudah dipinjamkannya ke kazune.

"ah!!!! gimana nih??" serunya mulai panik. entahj dia harus gimana. harapannya satu-satunya hanyalah kazune.

Dan waktu pun berlalu... Tidak perlu waktu lama baginya untuk bisa membuat penawar dari obat yang diminum Tamaki.

"Akhirnya!" Kazune langsung berlari ke butik himeta membawa sebotlo potion untuk tamaki. Dia juga mencari Rienne untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya.


"Tamaki! minum obaat ini... sekarang!" Kazune memberikannya pada Tamaki. "Ayo sekarang! Jika tidak kamu bisa mati! jika kamu sudah tidak mempunyai sesuatu yang bisa dikerjakan akan ada dorongan untuk bunuh diri. Tapi jika terlalu over juga tenaga yang berlebihan di dalam tubuhmu bisa meledak. Cepat minum!" Kazune menjelaskan pada Tamaki dan orang-orang yang ada di sana.

Tama melihat Kazune membawakannya suatu minuman obat. Ia menatapnya, terdiam, dan masih kesakitan. Sesuatu di dalam dirinya bergejolak. Sesuatu yang aneh, sangat aneh. Dengan tangan kanannya ia mengambil obat itu dengan cepat dan kasar.

Ia melihat ke arah minuman itu sebentar, "A... Apa ini...?"

Sebenarnya ia enggan untuk meminum obat aneh itu. Tapi Kazune yang memaksanya membuatnya mau tidak mau harus meminum obat aneh itu. Ia menelan ludahnya sejenak, dan dengan cepat lalu menuangkan cairan dalam botol itu ke mulutnya.

Glek Glek Glek

Setelah habis, tangan Tama bergetar, membuat botolnya jatuh dan pecah. Matanya terbelalak. Ia memegang dadanya yang terasa sangat sakit. Mungkinkah efek dari obat itu? Atau obatnya sedang bekerja menetralkan racun tersebut? Entahlah.

Satu hal yang pasti, dadanya terasa sangat sakit dan jantungnya berdebar-debar. Dan pada puncaknya, ia memuntahkan gumpalan darah hitam dari mulutnya. Darah hitam? Benar, darah yang telah terkontaminasi racun membuatnya berubah warna menjadi hitam pekat.

Setelah itu, ia jatuh ke lantai, pandangannya kabur dan tak ingat apa-apa lagi.

...

Hening.

__________________

OOT : ini post lebay pisan lah!!! >,<

"Ap...? Hei! Tamaki!" Kazune langsung menahan Tamaki yang pingsan. Dia membawa Tamaki ke sebuah sofa dan membaringkannya di sana. Kazune meminta Himeta untuk mengambil pengompres untuk Tamaki.

"Aduh... berhasil tidak ya..." Kazune merasa gundah sambil melihat darah hitam yang tadi dimuntahkan oleh Tamaki. "Penawarnya tidak terlalu keras kan?"

rienne memegang tangannya tamaki lagi. untuk mebngecek keadaan tamaki tentunya. kondisi tamaki yang mengkhawatirkan juga sedikit membuatnya khawatir.

"hem......eh? oh..kurasa dia akan baik-baik saja, tenang saja ya himeta.." kata rienne pada himeta. dia melirik botol penawar racun tamaki yang terjatuh. masih ada sedikit sisanya. "hm....kau membuat benda ini dengan apa kazune?" tanya rienne.

dia mengamati penawar racun itu dan racunnya. "imoglobatus, bukan, kurilin? bahan apa ini?" tanyanya lagi sambil menerka-nerka. "ngomong-ngomong, di buku catatanku tadi ada kelanjutan tentang hixulamitiedianya tidak?" katanya pada kazune.