[RP] Himeta's Boutique

Tamaki kaget mendengar permintaan Himeta. Sebenarnya ia tidak mau melakukan ini, namun ia juga tidak mau menyakiti Himeta, "I... Ini silahkan!" katanya menyodorkan tangannya, tanpa melihat Himeta tentunya.

Ia benar-benar merasa seperti akan meledak saat ini juga.

rienne tertawa kecil melihat muka tamaki yang merah saat jemarinya diukur himeta. "mereka pasangan yang cocok ya vie?" bisiknya pada vienne. vienne melihat dua pasangan itu. "ah...memang..sama-sama fighter pula. cocok." katanya.


rienne masih melihat-lihat toko sambil menunggu barang pesanan kazune jadi. dia senang sekali melihat semua boneka di sana.

Himeta mengambil meteran untuk mengukur jari Tamaki, “jarimu panjang, ya? Cukup terawat untuk seorang laki-laki..” ujarnya ramah.

Selesai mengukur, tanpa sengaja Himeta merasakan denyut nadi di pergelangan Tamaki, “cepat sekali aliran denyut nadimu! Ada apa? Kau sakit? Wajahmu merah...”

Wajah merah. Ia hanya mengetahui dua kemungkinan. Demam, atau Tamaki.....


Entah karena terbawa suasana atau apa, Himeta malu mengakui pilihan kedua. Ia berusaha menyembunyikannya dengan mulai mengerjakan pesanan Kazune.

Tak lebih dari satu jam, ketiga sarung tangan itu telah jadi, “sudah selesai, Rienne”

***
cie, himeta.. *dirajam panah oleh chara*

Memang, denyut nadinya berdetak kencang. Wajahnya pun sedikit panas. Ia tak tahu kenapa.

Ia memegang wajahnya dengan tangan yg satunya lagi, berusaha menutupinya, "Sa... Saya tak apa..." ujarnya.

Tampaknya ia memang sedikit demam hari ini.

Himeta agak cemas melihat kondisi Tamaki, “Kalau kau sakit, kusarankan untuk istirahat di rumah saja. Mungkin Rienne bisa mengantarmu. Boleh, Rienne?”

Sambil membungkus keempat pesanan Kazune, Himeta mengajukan alternatif lain untuk Tamaki, “Tapi jika kau benar-benar tidak kuat lagi, istirahatlah disini dulu.. Bagaimana?”

Ia menyerahkan bungkusan itu pada Rienne, “ini. Aku mendukung hubunganmu dan Kazune. Ditunggu 'undangan'-nya”
kerling Himeta.



*****
soalnya kalo Himeta yang nganterin, ntar judulnya bukan 'Himeta's Boutique' lagi :p

"Aku datang lagi!" Kazune yang baru selesai berpatroli akhirnya datang ke tempat Himeta.

"Sudah selesai?" tanya Kazune melihat Rienne yang membawa sebuah bungkusan.

Tamaki terlihat tidak enak badan. Kazune yang tersenyum penuh makna menghampiri Tamaki dan berbisik padanya.
"Kamu kena demam ya? demam cinta kah?" lalu Kazune tersenyum melihat reaksi Tama.

Tama kaget mendengar kata-kata Kazune padanya, "A... apa maksudmu? Apa itu demam cinta?" tanyanya bingung.

"itu artinya kamu sedang jatuh cinta. Merasa selalu berdebar dan rasanya sesak. Itu gejalanya." kazune memberi penjelasan pada tama.

"rienne, sudah belum? Aku sepertinya akan pulang lagi setelah membayar."

rienne tersadar dari lamunannya. dia menatap kembali seisi toko. dia melihat kazune dan langsung menghampirinya. "eh? kazune sudah datang lagi.."katanya. "hm...terimakasih buat bonekanya ya kazune.." lanjutnya sambil tersenyum.

dia menoleh pada tamaki. "tamaki masih sakit kan? lebih baik kau di sini saja, himeta akan merawatmu dengan baik. ya kan, himeta?" katanya pada himeta.

dia berbisik pada kazune. "hei..melihat mereka, rasanya aku jadi teringat saat dahulu..kamu dulu juga begitu ya? ehehe.." tawanya kecil sambil mendekatkan dirinya pada kazune.

"kamu suka dengan bonekanya? Syukurlah. Sepertinya kalau kamu memakai gaun itu juga bagus." kazune menunjuk salah satu gaun yang ada di etalase.

"dulu... Hemm... Yaah kurang lebih begitu." kazune menjawab pertanyaan rienne sambil mengingat bagaimana dulu dia merasakannya.

"ah, himeta, ini, aku akan membayarmu dengan batu bening kecil ini. Batu ini namanya ruby. Kamu suka himeta?"

"Ah... terima kasih Kazune-fuku". Himeta menerima batu ruby yang diberikan Kazune dan menyimpanya dalam sebuah laci.

"Kuharap lain kali kalian menyempatkan diri datang lagi kemari" ujar Himeta pada Rienne dan Kazune yang tampak bersiap-siap hendak meningalkan tempat itu.

"Jadi bagaimana, Tamaki? Istirahat saja jika kau memang tidak kuat lagi"


******

ol di hp, males nulis banyak-banyak

Tama sedikit bingung. Sebenarnya ia tidak tahan berada di butik ini--entah karena apa. Apalagi jika berada di dekat Himeta. Ia sendiri tidak tahu. Pikirannya berkata kalau ia harus segera pergi dari situ.

Namun insting dan hatinya berkata lain. Entah kenapa, ada sedikit keinginan untuk tetap berada di tempat itu. Berapa kali pun ia berusaha untuk menolak, rasanya berat sekali. Perasaan ini sungguh berbeda dengan perasaan saat ia bertarung dengan orang yang kuat. Rasa yang sama, tapi berbeda. Akhirnya ia memutuskan untuk berada di toko itu sedikit lebih lama.

"Ah... Kalau Himeta-san tidak keberatan, bolehkah saya disini sebentar?" tanyanya sedikit kaku. Ia kemudian mencari sebuah kursi, lalu duduk disitu.

"Sungguh, hari yang sangat berat..." pikirnya.

Entah kenapa Himeta senang dengan keputusan Tamaki untuk menetap di butiknya lebih lama, “Silakan. Tak usah segan, anggap saja rumah sendiri” katanya ramah. “Tunggu sebentar, ya..”

Ia pergi ke dapur dan membuatkan Tamaki secangkir teh. Sambil sesekali menengok ke ruang depan yang juga berfungsi sebagai butiknya, memastikan Tamaki tidak kabur tanpa pamit. Ia tak suka hal itu.

Setelah selesai menyeduh tehnya, Himeta membawa dan meletakannya di meja kecil depan Tamaki, “Kurasa secangkir teh dapat membuatmu merasa lebih baik..”

Ia kini duduk berhadapan dengan pelanggan pertamanya hari itu, “kurasa, demammu tidak hanya menyangkut kesehatan fisik saja” tuturnya. “Aku tahu kau menyimpan sesuatu dibalik itu. Mungkin kau bisa menceritakannya padaku? Atau tidak?” tanyanya ramah.

Syukur-syukur bila ia dapat sebuah 'bintang' untuk mengisi botol Heart Healer-nya yang sudah lama tak ia isi lagi.


***
akhirnya dilanjutin juga..

Allan sedang berjalan-jalan didekat situ, dan melewati butik milik Himeta.

"Ah? Ini butiknya Himeta yang terkenal itu ya? Hmm... aku butuh desain untuk armor... mungkin dia bisa membantu..." Allan lalu masuk ke toko itu.

"Halo? Ada orang??"

Sophie tertegun di depan sebuah toko kecil di salah satu sudut kota.

"Haaa... Tempat apa ini??"

Tanpa pertimbangan yang lebih masak lagi, Sophie membuka pintu toko dan melangkah masuk..

"Permisi....."

"Oh? Selamat datang!"

Himeta tambah gembira melihat dua orang masuk hampir bersamaan ke butiknya.

"Allan dan Sophie, benar? Ada yang bisa kubantu?" tanya Himeta.

"Oh? Selamat datang!"
"Allan dan Sophie, benar? Ada yang bisa kubantu?" tanya Himeta.

Sophie melirik ke arah datangnya suara.

"Tempat apa ini?" Tanyanya polos.

"Ini butik, butik milik Himeta-san..." jawab Tama singkat pada gadis kecil itu. Ia merasa belum pernah melihatnya, "Anda, siapa?"

"Aahh... Begitu. Maaf aku sudah seenaknya masuk.." Sophie menundukkan kepala.
"Aku belum memperkenalkan diri ya? Aku Sophia... Sophia Neveau..." katanya sambil membungkukkan badan. "Tapi anda boleh memanggilku Sophie." Tambahnya.

Tama sedikit tersenyum.

"Nama saya Kiyokazu Tamaki. Panggil saja Tamaki. Salam kenal..." serunya. "Ngomong-ngomong, anda sedang apa disini?"

Sophie melihat berkeliling. "Haaa... Sedang apa ya? Setahuku aku sedang berkeliling saja tadi... Tempat ini tampaknya menarik, jadi aku masuk..."

Sophie lalu menatap Tamaki, "Kalau Tamaki-san sedang apa disini?"

Tama kaget dengan pertanyaan Sophie. "Sa... saya?? Saya juga tak sengaja kemari... Sekalian membeli syal ini..." serunya terbata-bata sambil memperlihatkan syal hitam-merahnya.

Ia sedikit melirik pada Himeta, entah kenapa.

"Ooh.." Kata Sophie pelan. Ia memperhatikan arah pandangan Tamaki.

"Himeta-san kan? Dia pemilik butik ini ya..." Sophie menatap Himeta dengan pandangan mengantuknya.

"Pacar anda?" Tambahnya tiba-tiba, dengan nada sambil lalu.

Tama sangat dan sangat kaget mendengar pertanyaan dari Sophie. Saking kagetnya, ia hampir saja terjatuh.

"Bu... bukan kok! Bukan... mana mungkin kami pacaran! iya kan Himeta-san?" serunya. Wajahnya sedikit panas dan memerah.

"Hi.. Himeta-san bukan pacar saya, Sophie-san..."

==========================================================
OOT : ukkh~ sebenarnya saya ngga tega buat tama dimabuk cinta gini...

Sophie memperhatikan muka Tamaki yang memerah.

"Waahh.. Anda demam ya? Muka anda merah sekali..."

Sophie lalu melirik ke arah Himeta, "Tapi sepertinya jadi pacar Himeta-san juga bukan sesuatu yang buruk..." Gumamnya setengah melamun. "Ia cantik dan tampaknya baik..."