[RP] Ordinary Days in Tokyo Tower

ini RP untuk member toto group. Di sini kita menceritakan tentang kehidupan sehari-hari kita. Kita latihan RP dengan topik ringan dulu... Di sini juga bisa ditambahkan kisah cinta untuk Kazune dan pria yang lain

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Kazune's Room
BUUUMMM!!!
"Uhuk-uhuk... haaah... fire saberku gagal lagi..." Kazune menyemprotkan gas untuk menghentikan kobaran api dari hasil percobaannya yang gagal tadi. Ini percobaan ke-5 dan hasilnya gagal lagi.

"Ah... sebaiknya aku pergi dulu. Mengganti suasana dengan mencari suasana baru."
Kazune beranjak dari ruangannya. Sepertinya dia harus membersihkan diri dulu dengan alat penghasil busa sabunnya dan mengganti pakaian yang sudah sangat kotor itu.

Setelah selesai mengganti baju, Kazune pergi mencari Sakurano Himeno, vice-leader toto group yang satu lagi. Pria ini ingin mendiskusikan kondisi perbatasan wilayah toto group dengan municipal group. Sayangnya dia tidak menemukan Sakurano. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke kota. Siapa tahu dia bisa menemukan bahan untuk beam saber barunya.

Sepanjang jalan, Kazune malah melamun. Pikirannya melayang pada masa-masa ibunya masih hidup. Ingatan ini membuat Kazune sangat senang, oh! tentu! dia kan mengidap Mother Complex. Saat itu dia ingat ibunya berkata...
"Kazune... Suatu hari nanti kamu pasti akan merasakan jatuh cinta pada seorang perempuan. Nah, jika saat itu tiba, kamu pasti tahu alasanku tetap mengingat ayahmu, seburuk apapun perilakunya..."
Memikirkan itu Kazune jadi ingin merasakan apa yang namanya cinta. Akan seperti apa dirinya kalau sedang jatuh cinta? Hei! kazune sudha 17 tahun dan belum merasakan yang namanya jatuh cinta!

Kazune tersadar dari lamunannya karena tersandung sebuah batu. Dia berdiri tepat di sebuah toko sihir. Dia merasa kagum pada Witch yang membuka toko. Dia kagum karena dia tidak mempunyai toko, malas mengurusnya.

"Hoooaaaa... toko siapa ini?" Kazune merasa kagum dengan toko itu. Dia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko itu.
"Hmm... mungkin aku bisa menemukan barang yang cocok untuk fire beam saber-ku Pikirnya

~Rienne's house~

Hari yg membosankan. Udara yg panas membuat Rienne duduk-duduk di teras dalam sambil mengipasi dirinya. Udara panas ini juga membuatnya merasa malas untuk membuat ramuan atau pekerjaan lainnya. Yg lebih membuat suasana sepi adalah Vienne yang cerewet dari tadi tidak bertukar posisi dengannya. Toko juga sepi.

"hoa~hm..ngantuk..hmph..." tiba-tiba matanya tertuju pada kalung giok ibunya yg dipakainya. "hh...harus semangat! Semoga aja...aku bisa bertemu ibu tahun ini.."

*cring*

suara itu berasal dari pintu toko. Mendengarnya, langsung Vienne berganti posisi dengan Rienne. "Rie, ada pelanggan nih..tukeran dulu ya..hhe..kalo nggak ntar kayak dulu. Kamu salah kasih barang..ok?" kata Vienne sambil melangkah menuju toko diikuti oleh kucingnya. Rienne hanya mengiyakan dengan malas. Dia berfikir pasti yg datang hanya orang yg salah toko seperti yang sudah-sudah.

"selamat datang ada yang bisa saya bantu?" sapanya pada calon pembeli yang baru datang itu. Tapi rasanya Vienne mengenal pria itu. Bukannya dia.. "ah!..anda..kalau tidak salah...ah! Vice-leader! Ah! Ah! Ah! Iya..tuan Kazune....kan?" teriaknya spontan dan agak berlebihan. Terkejut juga sih, ada petinggi yg datang. Petinggi yg sering diliatin Rienne lewat cermin sihirnya."ya ampun..ga nyangka..yg dateng cowo lucu juga! Kya~! Eh? Kazune? Kyaaa~! Akhirnya dia datang juga!" jerit Rienne dalam pikirannya. Tiba-tiba Rienne menyerobot posisi yg ditandai bergantinya warna matanya."..ehem...sekali lagi selamat datang. Ada yang dicari?" sapa Rienne ramah. "iih? Apa-apaan sih Rie? Kok yg ngurus toko kamu?" omel Vienne dalam pikirannya. Vienne berpikir sejenak dan akhirnya dia mendapatkan jawaban dari pertanyaanya sendiri.

"heuh...musim seminya Rie tiba..dasar aneh!".Vienne melihat Kazune sekali lagi."Jadi ini toh orang yg dia suka liat lewat cermin sihirku itu? Hm...menarik juga..."

Kazune kaget disapa begitu hangat oleh pemilik Toko yang ternyata orang yang dikenalinya, Rienne.
"Ah.. terima kasih..." jawab Kazune dengan senyum ramahnya. Lagi-lagi dia merasa aneh dengan perubahan warna mata gadis yang ada di hadapannya itu.

"Er... apa di sini menjual serbuk untuk memunculkan api? atau lebih mudahnya sejenis bubuk mesiu." kazune melihat barang-barang yang ada di toko itu."Tapi jangan minta pertukaran yang lebih ya! aku tidak punya apa-apa kecuali kamu ingin senjata buatanku sebagai gantinya."

"Aku kebingungan karena sudah lima kali fire saber-ku meledak sebelum apinya keluar. Aku jadi tidak tahu harus menggunakan apa lagi..." keluhnya. Dia seperti bicara pada dirinya sendiri. Kepalanya tiba-tiba dipenuhi berbagai macam asumsi kegagalan percobaannya. Kazune malah merasa bingung sendiri."Ah..." dia mengacak-ngacak poninya. Ini berarti dia sedang bingung.

"ehe...apa ya? yg sejenis mesiu? coba kucari dulu di dalam.. seingat aku ada benda sejenis itu di sana. tunggu dulu ya.." kata Rienne sambil kembali ke dalam rumah menuju gudang barang-barang yg Vienne kumpulkan dari berbagai dunia. dia masuk ke dalam sambil berlari kecil dan bersenandung, tidak pernah dia terlihat seceria ini sebelumnya.

"eh, Vie, barangnya yg mana sih? bentuknya yg kayak gimana lagi??addu..lupa..apa ini kali ya?" katanya sambil mengambil toples yg berisi bubuk warna kuning.
"ugyaaa!!! jangan! itu bubuk buat masakan! langka dan enak..hhe ~ pokoknya aku dulu deh yg jaga toko! ntar toko aku hancur lagi gara-gara kamu ceroboh! aku ga mau!" omel Vienne sambil bertukar posisi dengan Rienne. dia takut kejadian dulu terulang lagi, dimana dia salah mencampurkan ramuan, dimana garam tertukar dengan kristal kabut (bentuknya mirip), ramuan itu gagal dan membuat kabut warna hijau menyelubungi seisi rumah dan toko dan membuat rambutnya berwarna hijau. selain itu, keasalahannya dalam membedakan barang sangat banyak.

"eeeh???" seru Rienne sambil cemberut. tapi sepertinya keputusan Vienne tidak dapat diganggu gugat.
"ehm..sejenis mesiu...aha! ini dia!" katanya sambil membawa toples berisi batu warna coklat kemerahan. "biasanya hal ini berhasil..waktu itu flame throwerku berhasil karena si kecil ini...hhe.." gumamnya sambil kembali ke dalam toko.

di dalam toko dia memotong benda itu jadi kecil dan membungkus benda itu dengan sebuah tempat kecil. "ehem...ini bahan yg saya anjurkan ya, tapi jangan dicampurkan dengan bahan cair, karena hasilnya pasti bukan api. dan juga, kaerna bahan ini sangat langka....sebagai gantinya aku minta apa ya? ufufufuufu...." kata Vienne sambil sedikit tertawa jahil. melihat tanda-tanda ga beres dari alteregonya, Rienne hanya bisa membayangkan hal gila apa lagi yg menjadi nilai tukar kali ini.

"...hemph..yah, nilai tukarnya...biarkan aku melihat cara kerjamu membuat er..barang yg ingin kau buat dengan ini." kata Vienne, yg sekali lagi diikuti dengan senyum jahil. "firasat ga enak..." bisik Rienne dalam hati. matanya yg tertuju pada kazune membuat dia jadi membuatnya tidak tahu harus merasa senang atau...aneh, atau...kacau, bisa dibilang begitu.

"aha! Terima kasih!" Kazune sangat yakin percobaannya akan berhasil kali ini karena benda yang dicarinya ternyata ada juga.

"Ah... nilai tukarnya ya... Bagaimana kalau... barang-barangku saja? aku punya banyak benda terutama senjata." Tawar Kazune. Dia tidak suka dilihat orang lain saat sedang bekerja. Apalagi mata Rienne berubah lagi, membuat perasaannya tidak enak."bagaimana nona Rienne?"

Dia paling tidak suka dengan pertukaran ini. Tapi apa boleh buat, ini yang dibutuhkannya selama ini, jadi apa pun akan dilakukannya.

Vienne menaikkan sebelah alisnya. baru pertama kali ada orang yg menawar nilai tukarnya. "tidak bisa. itulah nilai tukarnya. ehm...masalahnya aku sudah punya berbagai macam senjata, hhe.."

Melihat raut muka Kazune, Vienne yakin ada yg ingin sekali ditanyakan olehnya, atau, mungkin saja itu adalah permintaan lagi. "eng..Rie, kok dia ngeliatin kita kayak gitu ya? aneh.." bisiknya pada Rienne. tapi Rienne masih terpesona dengan Kazune, jadi dia hanya diam saja.

Ternyata permintaannya tidak mempan.
"oke, kalau itu permintaanmu. Tapi hanya melihat saja kan?" kazune bertanya lagi. Dia sedang memastikan kenyamanan bekerjanya tidak terganggu.
"kapan anda akan melaksanakan pertukaran ini nona?" tanya kazune sambil tersenyum. Dia sedang menyembunyikan kegalauannya dengan senyum.

Melihat Rienne yang mencermati gerak-gerik Kazune, Kazune jadi ingin bertanya.
"ada apa nona? Apa ada yang salah denganku? atau risih saya panggil nona?" tanya Kazune.

"Pinjam colokan listriknya sebentar, nona penjaga toko!" Tiba-tiba saja, suara yang tidak asing lagi muncul dari depan pintu. Leroy masuk begitu saja sepertinya terburu-buru.
"Oooh~" ujarnya santai saat Leroy baru menyadari toko siapa yang baru saja dimasukinya.

"Bukankah kalian...uhm, Rienne dan Kazune?" lanjutnya santai tanpa mempermasalahkan posisi jabatan mereka. "Boleh dong ya, saya pinjam sebentar colokan listriknya? Light Saber-ku tidak bisa nyala lagi keduanya... " ujarnya sambil mengambil salah satu Light Sabernya dan mencoba menyalakan nya tetapi Light Sabernya hanya nyala sebentar, itu pun sangat redup dan langsung mati kembali.

"Ceritanya panjang...hehe" tawanya kecil.

"Oh... Leroy! Sudah kuduga pasti light sabermu harus dicharge. Memangnya kamu memakai itu untuk apa? Rasanya hari ini belum ada pertarungan apapun..." Ujar Kazune pada Leroy yang baru memasuki toko itu juga.

"Adakah colokan listrik di sini?" tanya Kazune pada Rienne.

Entah mengapa Kazune merasa diselamatkan oleh kehadiran Leroy yang membuat suasana tadi jadi lebih rileks... tapi Kazune merasa sedikit tidak puas juga karena dia baru berniat akan menanyakan soal perubahan warna mata Rienne.

"Nanti tolong coba Fire saber-ku ya! aku yakin percobaan ke-6 ini pasti sukses!" Kazune mengajak Leroy untuk mencoba senjata baru buatannya itu. Lebih terpercaya jika orang yang terbiasa menggunakan beam saber mengetes senjatanya.

"Uhmm...Ehrr..." Leroy ragu untuk menceritakan kejadian barusan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Sebenarnya tadi aku berniat menyelundup ke markas musuh lewat terowongan bawah tanah tapi aku lupa bawa lighter, jadi kupakai saja Light Saber-ku... pertama sih terang tapi makin redup karena jalannya berliku-liku. Hampir saja aku tersesat 6 jam di dalam sana...wew" jelas Leroy yang akhirnya berbagi pengalamannya sambil memainkan Light Sabernya yang tidak bisa nyala dari tadi.

"Hmm? Mau coba adu sparring? Boleh saja, dengan senang hati." ujarnya santai tanpa memperhatikan Kazune karena sejak tadi ia sibuk keliling ruangan cari colokan listrik yang ternyata sudah penuh terpakai.

"Er... menyusup? hah? untuk apa? memangnya ada tugas?" Kazune merasa aneh dengan kelakuan salah satu kawanannya ini. Soal menyusup, Kazune belum pernah melakukannya, kalau melarikan diri dari sana sih Kazune sudah pernah mengalaminya.

"boleh saja kita adu saber, tapi setelah aku memasukan bahan terakhir ini saja ya. kita akan menggunakan saber yang sama, aku membuat dua fire saber. Kita berlatih di... er... ada ide?" kazune langsung bersemangat begitu membicarakan soal uji coba senjatanya, dia paling senang jika percobaannya berhasil dan senjatanya berguna.

"nah, nona Rienne, bagaimana dengan bisnis kita? sudah memutuskan?" tanya Kazune.

"oh, tak apa, aku tidak terganggu oleh panggilan itu. ehm, untuk nilai tukar yg sudah kusebutkan, mungkin akan kuminta saat kau membuatnya." kata vienne. dia senang nilai tukarnya diterima (dengan sedikit paksaan, tentunya).

"er...vie, kok mukanya ragu-ragu gitu ya? tanyain donk, siapatahu dia butuh yg lain." ucap rienne.

vienne hanya bisa menghela nafas mendengarkan permintaan rienne. "eng.. masih ada yg dibutuhkan lagi?"
tanya vienne. rasanya dia ingin cepat-cepat selesai kerja kalau tamu yg datang seperti ini.

tiba-tiba ada seorang ninja memasuki tokonya. dan meminta listrik pula. "silakan, pakai saja" kata vienne. "namun harap diperhatikan, karena ini adalah toko, jadi ada nilai tukarnya, ufufufufu"

"heuh..pertukaran ya.." sindir rienne. resiko menjadi witch, untuk selalu terikat dengan pertukaran yg setara, tidak kurang dan tidak lebih.

"Ah! Ini dia!" Leroy terperanjat senang ketika menemukan colokan listrik yang sedang nganggur dan tanpa basa basi langsung saja mencolokkan kedua Light Sabernya.

"Hah? Pertukaran apa?" tanyanya pura-pura tidak mendengar lalu berjalan ke arah Kazune seolah tidak terjadi apa-apa barusan sambil bersiul.

"Ooh~ Tidak ada tugas kok, menyusup itu salah satu kegiatanku jika sedang bosan..haha" tawanya keras mencoba memalikan topik pertukaran tadi. "Ah... sparring ya? Ketentuannya apa saja aku tidak keberatan kok." lanjutnya. "Lokasi nya...mana ya? Aku kurang tahu lokasi lapangan atau tempat-tempat luas, kalau ditanya lokasi persembunyian sih aku tahu banyak." jelasnya sambil tersenyum lebar, bangga akan pengetahuannya tentang tempat persembunyian yang strategis dimana-mana.

"baiklah... kalau bisa nanti ikut aku setelah semua urusan di sini selesai. Aku akan langsung meracik senjata itu." ujar Kazune. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu mengacak-ngacak poninya. Dia merasa agak merugi karena pertukaran tadi, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah hukumnya.

"eng.. masih ada yg dibutuhkan lagi?"

"rasanya tidak ada... terima kasih... er... Rienne?" Kazune memanggil Rienne dengan namanya, rasanya kalau nona terlalu formal jika mereka sudah banyak mengobrol.

"Oke, Leroy, kamu punya kebiasaan yang aneh. Mencari bahaya. Tempatnya di ruangan eksperimenku saja. Ketentuan sparring kita hanya tidak merusak barang atau kondisi sekitar kita, ditambah lagi tidak boleh saling melukai. Nah, sedikit berbaik hati juga karena aku cukup lemah dalam serangan jarak dekat. Dan ingat! ini hanya uji coba saja." jelas Kazune pada Leroy.

"nah... urusanku sudah selesai. Aku ingin cepat-cepat membuat senjata ini. Leroy, nanti datang ke ruangan percobaanku ya... ada di depan kediamanku."

"Hmm.. Aku disini saja dulu, Light Saber ku belum sepenuhnya di-charge." ujarnya lalu mencari kursi dan langsung duduk dengan santai. Saat Vienne menatapnya karena sembarangan mengambil kursi dan asal duduk saja, Leroy hanya tersenyum manis kepadanya.

"Dan...Kazune.." Leroy berpaling kepada Kazune, "Hati-hati dengan kecepatanku.." ujarnya cukup serius, matanya menyipit. "Bukannya sombong, aku terbiasa bergerak cepat... dan cukup susah untuk memperlambat gerakanku.. memperlemah kekuatan sih gampang..haha"

"Bukannya sombong, aku terbiasa bergerak cepat... dan cukup susah untuk memperlambat gerakanku.. memperlemah kekuatan sih gampang..haha"

"tidak masalah kawan! tapi aku bukan orang yang suka kalah loh... aku keras kepala... hahahaha" Kazune tertawa kecil.

"Baiklah aku akan menunggumu... atau mau dicharge di tempatku saja? sepertinya Rienne sudah gatal dengan sikapmu itu... betul tidak? ahahaha..." ujar Kazune.

Dia tidak sabar ingin cepat-cepat menyelesaikan fire saber-nya itu. Kalau sudah selesai dia akan cepat-cepat membaca buku dan memperbaiki senjata-senjatanya yang rusak.

"betuuull!!!" kata vienne berapi-api. dia paling tidak suka dicuekin oleh seseorang. apalagi oleh orang yg bisa dibilang tamu di tokonya itu.

"ah, sudahlah, kita berangkat sekarang, atau nanti? setelah meminta bayaran ini sepertinya ada keperluan lain. dan kau....er...leroy? ehm.." senyum sinis Vienne lontarkan pada Leroy.
dia tidak tahu harus berkata apa lagi.

"ehm, vie, kalo udah di tempatnya kazune aku keluar ya?? ya? yaaa????" kata Rienne penuh harap.

"iya. sabar." bisik Vienne pendek. terdenganr suara jeritan senang dari Rienne, tapi Vienne tidak terlalu peduli, karena dia sudah pusing dengan 2 tamunya sekarang.

"ya sudah, ayo kita pergi sekarang saja. Leroy, mau di charge di tempatku tidak? rasanya tidak enak kalau kamu diam di toko yang kosong, bisa-bisa dibilang maling." Ujar Kazune dengan santai. Dia sekarang merasa bosan dan ingin cepat pulang.

"Er... memangnya meminjam colokan listrik saja harus ada pertukarannya ya?" tanya Kazune. Biasanya dia tidak pernah meminta pertukaran untuk hal-hal kecil seperti itu.

"Ayo, Rienne. Kita berangkat sekarang." Kazune mengatakannya dengan sedikit malas karena harus membawa perempuan ini untuk melihatnya bekerja.

Tiba-tiba saja kazune ingat dengan lamunannya sebelum ini. Soal ketertarikan pada lawan jenis. Sekarang di dekatnya sedang ada seorang gadis yang manis menurut Kazune. Tapi, Kazune belum merasakan apa-apa kecuali rasa ketertarikan karena gadis ini cukup aneh menurut Kazune. Kazune lalu mengamati gadis itu secara seksama.

"Hmph... pada keluar semua? Ya sudah, ini sih tidak ada pilihan lain selain ikut." jawabnya lalu beranjak berdiri dan mencabut kedua Light Sabernya dari tempat colokannya. Leroy pun menyelipkan kedua Light Sabernya di kedua sisi pinggangnya yang terbuat dari bahan kulit, terlihat agak kusam tapi masih berfungsi dengan baik. Mungkin Leroy terlalu malas untuk membersihkannya.

"Yah, baiklah... tuntun jalannya, Kazune.. dan maaf merepotkan kamu, Vienne..haha" lanjutnya tertawa.

"Yosha! Ayo kita pergi kita akan pergi ke bagian timur dari tower. Eng... Maaf kalau aku tidak memberi suguhan ya... Aku tidak punya makanan lain. Daging mutant pun sudah kuhabiskan dengan cepat." Oh, well, Kazune kan tidak suka dengan daging mutant. Dia hanya mengambil sedikit daging mutant untuk dimakan, sisanya dia bagikan pada orang-orang yang lapar.


"Pastikan tokomu dikunci ya..." Kazune menepuk bahu Rienne sambil tersenyum ramah.

Kazune memimpin jalan menuju ruangan eksperimentnya. Sambil berjalan dia sambil memikirkan kembali perhitungan untuk fire sabernya dan juga masa berlakunya, setelah itu dia harus memasukkan sedikit magic ke dalamnya, dan voila, jadilah sebuah fire saber pertamanya.

"Ehehehe..." Kazune tertawa sendiri memikirkan percobaannya yang hampir berhasil itu dan hampir melupakan orang-orang yang sedang dituntunnya.

Dan saking asyiknya dia melamun, tanpa sadar dia menabrak sesuatu lagi. Entah apa yang ditabraknya, tapi tabrakan itu berhasil membuat Kazune terjungkal ke belakang.
"aduduh... Sakit sekali... apa yang aku tabrak tadi?"

Leroy mengikuti Kazune dari belakang, tidak jauh dan tidak dekat dengannya. Ia cukup kenal daerah-daerah sini dan tidak mungkin Kazune lolos dari kawasan Leroy ini. Saking kenalnya dengan daerah ini, Leroy melangkah tidak memerhatikan jalan, ia hanya bersiul dan memainkan Lightsabernya tanpa harus kehilangan aura Kazune.

Aura Kazune yang tiba-tiba melonjak membuat Leroy otomatis memperhatikannya. Kazune menabrak tiang listrik. "Hey, kau tidak apa-apa?" tanyanya seraya membantunya berdiri.

Allan yang baru saja pulang dari daerah perburuan cepat cepat menuju rumah pelanggan keduanya, Kazune.
"Uh...terlambat...terlambat..." Di tangan kiri Allan terdapat sebuah batu material yang sudah lama dipesan Kazune.

Dengan berlari lari kecil, dia akhirnya sampai di depan kediaman dan tempat eksperimen Kazune.
"Heu... halo? Ada orang?" Sembari mengetuk pintu, dia memberi salam berkali kali, setelah beberapa kali mengetuk dan memberi salam, karena tidak ada jawaban, dia berpikir "Hmm...sebaiknya pesanan ini kuapakan ya...? Dia belum ada di rumah...". Setelah beberapa lama, akhirnya dia memutuskan untuk menunggu Kazune sebentar.

"ah... terima kasih ya... tidak apa-apa... ayo kita jalan lagi..." Kazune berjalan dengan sedikit limbung karena dia menabrak tiang llistrik cuku keras. Untungnya tidak sampai berdarah.

"ah... melamun saat sedang berjalan itu tidak baik ya... apa lagi di sini banyak puing-puing bangunan..." Pikir Kazune.

Kazune berbelok sedikit ke timur dari tempatnya tertabrak tadi. Tak jauh dari sana, tempat kazune tinggal sudah terlihat. Dari kejauhaj, Kazune melihat Allan sedang berdiri di depan kediamannya.

"oh! Allan, supanya barang yang aku cari sudah ketemu. Terima kasih! ayo masuk!" Ujar Kazune sambil mengajak Allan masuk.

"yak! selamat datang di laboratoriumku... yah memang kecil sih... selamat menikmati. Anggap saja rumah sendiri. Tapi, jangan ganggu aku saat sedang bekerja, oke?" Ujar Kazune sambil memasuku 'rumahnya'. Dia menunjuk kursi yang ada di sudut ruangan agar ditempati oleh tamu-tamunya itu.
"oh, ya, di dekat situ ada colokan listrik, leroy." Kazune menunjuk sebuah lubang berwarna putih yang ada di dekat sana.

Leroy memperhatikan sesosok pemuda yang tengah menunggu di depan kediaman Kazune, yang diketahuinya bernama Allan. Leroy hanya tersenyum kepadanya dan mengangkat tangan kananya ke atas untuk menyapanya, "Yo" ujarnya singkat.

"Permisi..." ucap Leroy ketika memasuki kediaman Kazune, kata yang tidak pernah diucapkannya ketika menyelinap masuk ke rumah orang. Hidung Leroy yang sensitif segera memetik bau yang beraneka ragam ketika memasuki laboratorium Kazune. Ia pasti sering bereksperimen ... entah gagal atau tidak. Bulu kuduk Leroy langsung berdiri begitu ia memikirkan jikalau eksperimennya gagal.

"Oh, terima kasih..." jawabnya saat Kazune menunjuk pada lubang colokan listrik pada salah satu ujung ruangan. Leroy segera mengeluarkan Lightsabernya, menyettingnya agar dalam posisi docking mode dan segera mencharge kedua Lightsabernya.

Leroy pun menduduki salah satu posisi kosong yang tersedia disana. "Baiklah, aku akan menunggu disini jika kamu akan memulai sparringnya, panggil aku."

"Ah... akhirnya kau datang... dengan yang lain ya? Hmm...". Setelah dipersilahkan masuk oleh Kazune, dia masuk bersama yang lain.

"Maaf aku agak terlambat... ada sesuatu yang terjadi ditengah jalan... barangnya akan kutaruh disini". Setelah menaruh pesanan, matanya tertuju pada dua orang yang lain, yang perempuan seingatnya bernama entah Rienne atau Vienne, namun matanya langsung melekat pada senjata yang sedang dicharge di sebuah terminal listrik.

"Senjata itu... Lightsaber kalau tidak salah? Aku belum pernah melihatnya di dimensi yang kujelajahi... unik sekali... namamu, apakah Leroy? Aku pernah mendengar seorang ninja yang memakai dua bilah pedang bercahaya.".

Sembari berbicara dengan ninja itu, dia melihat ke sekeliling.

"Kazune... eh... apakah tidak apa apa kalau aku tinggal disini agak lama? Aku menemukan sesuatu yang menarik..."