[RP] Beyond the Blind Fold

Dan sebuah pertanyaan susulan dari Sakurano... "Ada perlu apa vice leader lawan bertanya-tanya tentang identitas lawannya?" tentu ini adalah jawaban yang menyebalkan, karena Rolly sendiri bukan tipikal orang yang ramah atau tepatnya tidak mengenal pergaulan.

"Ah~ Maaf kalau saia membuat anda jadi curiga. Tapi berkenalan sebagai teman nggak masalah kan?" jawabnya santai. Ia kemudian melangkah pergi.

Verin Ichihara wrote:"ehem, kurasa tidak ada kecuali kita dan...." kata-kata Rienne terhenti saat melihat salah satu mutan cacing raksasa mengarahkan serangan pada Sakurano. "Sakurano, awas!!!" teriak Rienne. Saat itu juga, mata Rienne yg berwarna coklat berubah jadi merah, artinya Rienne bertukar posisi dengan Vienne. Vienne langsung mencabut pedangnya dan memotong cacing mutan raksasa tersebut. Cacing itu terpotong jadi 2, tapi masih bergerak.

"anda tidak apa-apa, nona Sakurano?" tanya Vienne.
"hho, tumben seorang Vienne menolong orang lain tanpa bayaran" sindir Rienne dari dalam pikiranya. "aku mendengarmu," bisik Vienne " ini hanya refleks, mungkin...lagipula kita dapat bahan makan malam."

Sakurano terkejut mendengar teriakan seseorang. Terang saja ia mengangkat senjatanya dan langsung menembak bersamaan dengan tebasan pedang orang tersebut.

Ia berkedip untuk menormalkan detak jantungnya. Dan kemudian melihat jubah yang dipakai orang berpedang itu "Yaii!! Partner!" teriaknya senang. Meskipun mereka sama-sama memberikan serangan pada monster itu, ia tetap saja ingin mengucapkan terima kasih.

"Makasih~~ Emm...siapa..namamu?"

Sementara anggota grupnya sedang berburu, Kazune baru saja bangun dari tidurnya. Sekarang dia sedang mengejar yang lain karena tidak mau ketinggalan berburu.

"AH! kenapa mereka meninggalkanku sih?" Kazune bergumam kesal sendiri sambil terus berlari. Dia mengikuti radar yang ada ditangannya, radar itu merupakan radar ciptaannya untuk melacak temannya.

sayangnya saat sampai di sana, Kazune melihat kerusuhan... ada leader municipal building di sana! sayangnya jarak yang ditempuhnya mash agak jauh, jadi dia tidak bisa menengahi. Adegan berikutnya yang dilihat Kazune adalah serangan monster raksasa yang mengincar Sakurano. Kazune langsung mengeluarkan handgunnya, bersiap menyerang monster.

Saat akan menembak monster itu, tiba-tiba monsternya sudah lumpuh.
"Ah... gara-gara terlambat datang aku tidak dapat menikmati kesenangan!" keluh Kazune.

Kazune langsung menghampiri Sakurano dan seorang lagi pihak tokyo tower group.
"Saku... Kenapa tidak membangunkanku? bahaya kan kalau berburu sendirian? Kamu membuatku khawatir tahu!" Kazune menghampiri Sakurano, mencubit pipinya setelah itu memegang bahunya,"apa yang terjadi di sini? tadi kulihat ada keributan dengan grup tetangga." Kazune bertanya dengan santai, seolah-olah itu adalah hal yang kecil.

Vienne bingung, harus menjawab apa, karena di tubuhnya ada 2 orang yg berbeda. "sudahlah, pakai saja namaku, memangnya dia tahu kalau dalam tubuh ini ada 2 orang?" kata Rienne dalam pikirannya. "ah...namaku...panggil aja aku Rienne atau...Vi...er....eh...Rienne saja" jawab Vienne. Vienne ragu, karena bisa saja Sakurano mengetahui kalau Rienne mempunyai double personality dan yg ada dihadapannya adalah kepribadian Rienne yg lain.

Vienne melihat ke arah barrier 2 orang lainnya dari kelompok lain itu. dan parahnya, dia baru menyadari bahwa dia sudah terlibat lebih jauh di dalam pertentangan 2 kelompok ini. dan dia tahu, Rienne tidak akan suka kalau mereka terlibat di dalamnya. tapi, sepertinya sudah terlambat untuk mundur. dia putuskan untuk bertahan saja.

"lebih baik aku selesaikan cacing jelek ini. aku lapar." pikir Vienne. Vienne memotong-motong potongan cacing yg masih bergerak itu sampai kecil-kecil dan makhluk itu tidak bergerak lagi. Vienne hanya terdiam memandang potongan daging di depannya itu, lalu melihat ke arah orang yg baru datang. "sepertinya petinggi juga". Vienne tidak banyak berkomentar, dan menunggu apa yg akan terjadi selanutnya..

Kazune melirik ke samping. Dia melihat wanita aneh yang sedang berdiri tak jauh darinya.
"kamu... Fighter baru? Atau society? Ng... Aku lupa posisimu tapi aku ingat namamu... Rienne kan?" tanyanya. Tentu saja kazune ingat, dia baru saja membaca data-data penduduk di ruangannya sampai tertidur.

"grup tetangga tidak mencari masalah kan?" tanya kazune pada rienne. "Pokoknya hati-hati. Jangan sampai ada pertarungan di sini. Utamakan mencari makanan tanpa mengganggu mereka."

Vienne kaget juga diajak bicara oleh orang itu. niat hanya mencari makan, malah ga sengaja ketemu 2 orang petinggi di kelompoknya. ia segan untuk berbicara dengan 2 orang itu, karena Rienne selalu melarang dia agar tidak terlibat terlalu jauh dengan masalah pertentangan 2 kelompok.
"iya.. saya hanya orang biasa nyari makan doang..masalah sejauh ini hanyalah cacing jelek yg tadi dan...." Vienne melirik barrier 2 orang dari pihak lain lagi. di dalam pikiran, Rienne resah kalau-kalau Vienne mengucapkan kata- kata yg membuatnya makin terlibat. "aduuu...Vienne! jangan mengeluarkan kata-kata yg membuat kita makin masuk dalam masalah ini ya! lebih baik cepat-cepat kita menghindar. aku sudah geli melihat darah mutan dimana-mana..aku takuuuut!"kata Rienne dengan lirih.
Vienne tidak bisa menolak kata-kata Rienne. dia paling lemah kalau Rienne yg minta."...dan saya rasa semuanya baik-baik saja."lanjut Vienne. tiba-tiba Rienne menyerobot posisi Vienne. mata merah Vienne berubah menjadi coklat, pertanda Rienne telah kembali.
"kok tumben nyerobot tiba-tiba?!" omel Vienne dalam pikiran Rienne. Rienne tidak memperdulikan kata-kata Vienne. "ng...anda Kazune kan? senang bertemu bisa anda" kata Rienne dengan riangnya. "owh tidak.." keluh vienne. "Ri, jangan bilang kamu naksir Kazune.."

"ng...anda Kazune kan? senang bertemu bisa anda" kata Rienne dengan riangnya.

Kazune tersenyum ramah pada Rienne. Pria ini tidak bisa tidak tersenyum jika ada yang mengajaknya berkenalan. Ini sudah kebiasaannya saat menjadi murid idaman di sekolah dulu.
"Senang bertemu denganmu juga." kazune mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan gadis itu."Hmm... sepertinya kita memiliki job yang sama... Witch." Sebenarnya Kazune ingin menanyakan perbedaan warna mata Rienne, tapi pertanyaan itu diurungkannya.

"apa ada yang terluka? Aku membawa beberapa healing potion." tanya Kazune

"Cacing ini sepertinya bisa kita pakai jadikan makan malam." Kazune melihat cacing yang terpotong-potong itu.
"Bawa cacing itu dan kita cepat-cepat pergi dari sini." perintah Kazune dengan nada santai.

"Hm... sepertinya kawanan mereka bertambah banyak..." Rolly berkomentar pendek melihat datang lagi dua orang dari grup lawan. Menurutnya itu bukan masalah, yang menjadi masalah adalah mengetahui bahwa mereka sama-sama mencari makanan.

"Segera ambil mutannya, setidaknya ada sebagian yang menjadi hak kita," ia melirik pada Nanase yang nampak sibuk dengan rambutnya. "Baiklah, aku saja," setelah sadar bahwa partnernya itu terlalu sibuk dengan urusan kewanitaan Rolly kemudian bersiap lagi menggunakan magic-nya.

Sang pemimpin Municipal itu menggerakkan ujung jarinya, menggambar sebuah bentuk abstrak dari kejauhan menuju cacing-cacing mutan tadi. Seketika sebuah portal sihir terbentuk di bawah bangkai mutan tersebut dan mengirim mereka ke tempat lain.

Sang pemimpin Municipal itu menggerakkan ujung jarinya, menggambar sebuah bentuk abstrak dari kejauhan menuju cacing-cacing mutan tadi. Seketika sebuah portal sihir terbentuk di bawah bangkai mutan tersebut dan mengirim mereka ke tempat lain.

"Hng...? Sepertinya ada yang menggunakan sihir dari pihak sana..." Kazune menyipitkan matanya untuk bisa melihat dengan jelas."oops! ayo jaga jarak aman nona-nona!" Kazune menarik dua orang kawannya itu.

"gawat... kalau terlalu dekat kami bisa saja ikut masuk ke dalam portal itu." Kazune menganalisa di dalam hati. Dia mengeluarkan gauntlet dengan elemen tanahnya lalu membentuk sebuah lubang besar yang jauh dari lingkaran sihir itu dan bersembunyi di sana.
"Ayo masuk dulu ke lubang ini untuk sementara!" seru Kazune pada kedua gadis tadi.

"mungkin ini berlebihan. Tidak ada ciri-ciri dia akan menyerang. Ah! aku terlalu ge-er! Tapi tak apalah! Ini untuk menjaga keselamatan kami karena kami sedang sama-sama berburu, jadi bisa saja pertempuran pecah gara-gara berebut makanan."

"Tenang saja... portal itu tidak akan membawa kalian kecuali kalian ingin mampir sebentar ke tempat kami," Rolly berujar dengan sebuah senyum meremehkan tersungging di wajahnya.

Baginya apa yang Kazune lakukan terlihat konyol walau maksudnya adalah untuk waspada. Terlalu wasapada itu memang kadang memperlihatkan sisi kebodohan seseorang menurutnya.

"Dan... kami juga tidak berniat mencari masalah, kecuali kita sama-sama berebut soal buruan," tambahnya. Seketika setelah pembicaraan itu berakhir kemudian para cacing buruan menghilang tertelan dalam portal, portal sihir itupun tertutup.

"oh... ahahaha... Maaf kalau aku berprasangka terlalu jauh... aku baru bangun tidur jadi logikaku lambat." Dia tersenyum sambil meminta maaf. Kazune nyengir dan mengacungka dua jarinya, menandakan damai. Dia senang ada yang meremehkannya dan menganggapnya konyol. Selama ini dia selalu dipuja dan dianggap sempurna.

Tiba-tiba datang seekor cacing raksasa. Kazune langsung siaga dan menembakkan sebuah pelur dari Handgunnya. cacing itu pun lumpuh tapi masih hidup. Kazune menghampiri cacing itu lalu mengeluarkan pedang listriknya. dia menebas cacing itu menjadi lima bagian. Terdengar dengkingan kesakita dari cacing itu sebelum mati.

kazune mengumpulkan cacing itu untuk dijadikan makanannya, sebenarnya dia tidak suka makan daging itu, tapi apa daya, itulah makanan yang tersedia.

"Nah, nona-nona, ayo kita pulang jika waktu berburu kalian selesai."

"Hng... cara primitif," Rolly hanya berkomentar lagi, dan lagi-lagi komentar merendahkan alanya. Ia sebenarnya tidak pernah bermaksud merendahkan orang lain, tapi di kepalanya segala yang orang lain perbuat selalu terlihat lebih rendah dan konyol.

"Baiklah Vampire kecil, sudah selesai dengan urusanmu?" ia lalu berpaling pada Nanase yang tadi sempat sibuk dengan rambut atau apalah itu. "Sebaiknya kita mencari yang lain karena bisa saja mereka tersesat sepertimu," lanjutnya tegas.

Setelah sibuk dengan rambutnya.. well nanase kan putri kerajaan sehingga nanase sangat memperhatikan kondisi kewanitaanya. Rambutnya yang tadinya dipenuhi oleh darah mutan sudah tidak ada lagi. Nanase pun tidak tahu apa yang terjadi, termasuk pembicaraan antara Vice leader tokyo tower Kazune dengan Rolly.

"hm?? sudah, sudah, maaf merepotkan." nanase menunduk meminta maaf kepada Rolly. " baiklah" Nanase langsung berdiri di belakang Rolly. Nanase pun merapihkan bajunya.

Nanase melihat orang Tokyo Tower sinis sekali takut mereka akan menyerang mereka berdua. Walaupun Nanase memiliki insting yang bagus, tetapi Nanase cukup waspada juga.
" Lalu kita menyarinya dimana?" sambil menarik jubah Rolly.

"aku berharap ini hanya perasaanku saja, tapi kok anggota municipal semuanya sinis ya? wah... suasananya menjadi panas... batin Kazune. Dia sudah risih dengan suasana di sana dan keberadaan vampir kecil yang ada di samping Rolly. Dia kurang menyukai vampir.

Crack!
"Oh! tidak! senjata cadanganku malah rusak! masa berlakunya habis..." Kazune baru menyadari sekarang pedang yang ada di tangannya sudah tidak berguna lagi. Senjatanya hanya tinggal handgun dan racun saja.

"Ayo! kita pulang sekarang saja nona-nona!" Kazune mengajak para perempuan itu untuk cepat pulang. Kazune berjalan santai mulai menjauhi area itu.

Allan sedang berjalan jalan di daerah perbatasan, matanya berkeliling mencari bahan bahan yang sedang ia cari untuk membuat senjata baru dan armor baru.
"Uh... sepi sekali... tidak kelihatan satu mutan pun... dulu di duniaku..."*bla bla*Allan melanjutkan bicara sendirinya.

Setelah berjalan beberapa jauh, dia merasakan sesuatu.
"Perasaan ini... Vice Leader? Tidak... ada yang lain...*!*".Allan berlari... semakin lama hal yang dia rasakan semakin tajam... diapun akhirnya melihat beberapa orang di kejauhan... dia mengenal dua dari mereka.

"Vice Leader! Rienne... eh... Vienne!... eh..." teriaknya, Allan bejalan menyambut Vice Leader.
"Mereka...Municipal?" pikir Allan, dia terus berjalan ke arah Vice Leader, tangannya siap untuk mengambil Akai Suzu apabila dibutuhkan. Matanya bergantian memandang para Municipal, Vice Leader, Kazune, dan Rienne.
"Kuharap tidak ada pertarungan..."

Rolly tidak menjawab pertanyaan Nanase begitu melihat jumlah tim lawannya semakin banyak, ia berpikir, "Kalaupun ada pertempuran di sini dengan jumlah mereka... ah, aku bisa mengatasinya,.

"Hm... nampaknya kita harus menunggu di sini atau pulang duluan, menurutmu? pemimpin Municipal Building ini mengembalikan pertanyaannya pada Nanase sambil terus memadang kumpulan lawan jauh di hadapannya. "Dan lagipula waktu berburu sudah selesai kecuali ada yang akan kita lakukan," lanjutnya lagi tanpa melepaskan pandangan dari Kazune dan beberapa orang yang ada di sana.

Nanase melihat sepertinya Nanase merasa jika Nanase kurang di sukai orang lain termasuk vice leader tokyo tower Kazune. Ternyata keberadaan seorang vampire itu sebagian orang yang menerimanya. Sepertinya anggota tokyo tower pun bertambah. Sedangkan orang municipal hanya berdua Nanase dengan Rolly. " Biarlah berdua, kita kan lebih kuat dari pada mereka " nanase bergumam di hatinya yang mengeluarkan sifat keangkuhannya.

Memikirkan pertanyaan Rolly sepertinya Nanase tidak mau pulang beitu saja. Nanase berpikir kalau itu sama saja seperti di kepung oleh sekelompok binatang buas dan kita hanya bisa kabur. " Sepertinya kita menunggu saja di sini. Mungkin yang lain mencari kita di sini" walaupun Nanase berkata seperti itu. Nanase pun tidak mau mengambil masalah dengan tokyo tower dalam keadaan seperti ini.

" hm.. betul juga. Tapi tetap dulu di sini saja. Perasaan Nanase tidak enak." Nanase tetap kukuh ingin berada di sana takut-takut orang tokyo tower menyerang. Nanase pun masih melihat orang tokyo tower dengan sinisnya. Melihat apa mereka lakukan, menyerang mereka berdua atau pulang ke tokyo tower.

"Hm... baiklah, kita ikuti saranmu." Rolly hanya mengangguk pelan menyetujui rencana Nanase, bagaimanapun sesekali ia harus percaya pada keputusan bawahannya.

"Lagipula nampaknya mereka sudah mau pergi. Akan tetapi... apa yang kiranya kita lakukan di sini, menunggu, berdiri, diam saja?" lagi-lagi sebuah pertanyaan. "Jangan bilang kita harus melakukan acara kenalan, seperti yang mereka lakukan tadi... siapa, vampire hunter itu?" lanjutnya berbicara.

Nanase masih melihat orang Tokyo tower berkumpul, sedangkan Municipal cuman kita saja. Nanase pun masih melirik kepada mereka. Mendengar pertanyaan Rolly, Nanase pun membalik badan menghadap Rolly.

" tidak. bukan maksud Nanase untuk berdiam diri saja di sini." Nanase pun sambil melihat ke orang tokyo tower. " kita harus mengawasi mereka. Siapa tahu mereka akan menyerang tempat kita." melanjutkan omongan Nanase dengan melihat sekitarnya mungkin saja tiba-tiba ada orang Municipal. Melihat keadaan Tokyo tower pun sepertinya Kazune kehilangan salah satu senjatanya lebih tepatnya senjata cadangannya. " perhatikan saja dan mungkin saja mutan bakal muncul lagi." lanjut Nanase berbicara.

"Hm... mengawasi gerak-gerik mereka itu pekerjaan yang membosankan," Rolly hanya mengeluh... dan memang selalu mengeluh sambil menopang tangan di atas dagunya.

Ia terdiam sesaat, "Ah untuk kasus menunggu sepertinya aku ada ide," ia berbicara kembali kemudian mengeluarkan tongkat Unreal-nya yang sejak tadi disimpan dalam bentuk kecil. Dengan ujung tongkat sihir itu kemudian sang Municipal Leader membentuk deretan tulisan mantera di sekelilingnya dan Nanase, dan... *Bumps~* sebuah tenda mini yang terbuat dari tanah liat terbentuk, lengkap dengan dua kursi cocok untuk berteduh.

"Setidaknya kita bisa duduk-duduk sambil menunggu tanpa harus berbuat konyol dengan berhujan-hujan ria di luar sana," tanpa basa-basi ia kemudian duduk di salah satu kursinya.

Kadang ada saja isi otaknya.

"ah, malah bertambah. Ayo-ayo kita pulang saja. Waktu berburu habis." kazune mengumpulkan anggota toto grup dan ingin pulang merasa t4dak enak karena harus diawasi grup tetangga. Dia ingin cepat memperbaiki senjatanya juga.

Tidak ada yang bisa dilakukannya selain menunggu kawanannya yang lain. Rolly hanya mengipas-ngipaskan ujung tongkat Unreal yang berbentuk sepasang sayap sebagai kipas untuk menghalau udara panas.

Ia sedikitnya memperhatikan gerak-gerik tim lawan, "Wah wah... orang-orang menara memang berisik. Kalau mau pergi kenapa tidak pergi sendiri saja..." komentarnya, pendek namun cukup berisi.

Pemimpin itu melanjutkan acara mengipas-ngipas dirinya, masih berlindung di bawah tenda buatannya.

Setelah berjalan mendekati yang lain, Allan terdiam, Kazune sepertinya sedang mengajak yang lain untuk kembali ke menara.

"...hawa ini... jadi itu pimpinan Municipal...?"

Allan terdiam di tempat... berpikir apa jadinya apabila para Municipal itu mencoba menyerang di suasana seperti ini. Dia melihat pedang Kazune yang tampaknya rusak, dan berjalan menuju Kazune sambil mengeluarkan batu pengasah senjata yang dapat memperbaiki sebuah senjata untuk sementara waktu...

Tak lama setelah itu, seorang gadis berkimono samurai datang memasuki kekkai di sekitar tenda Rolly dan Nanase. "Tuan Rolly, nona Nanase!" Reina memasuki tenda dan menghampiri kedua orang yang sedang duduk di dalamnya."Akhirnya ketemu! Ternyata anda berdua berada disini..?"


Lalu, Reina merasa ada yang tidak beres di luar tenda mereka. Ia pun langsung waspada. Kok, rasanya seperti ada yang mengawasi kami! pikir Reina sambil melihat ke sekeliling tenda dengan cemas dan tanpa menurunkan kewaspadaannya.

"Allan, terima kasih, pedangku ini harus diberi perlakuan khusus. Hanya bisa diperbaiki di ruanganku." Kazune tersenyum ramah pada Allan yang ingin membantunya itu. Tapi kerusakannya bukanlah kerusakan fisik belaka, tapi harus diperbaiki dengan cara lain.
"Aku akan menarik kalian jika kalian keras kepala." Kazune menarik kedua gadis itu untuk pergi meninggalkan tempat ini. Entah yang ditarik suka atau tidak, siapa tahu mereka ingin ada pertempuran di sini.

"Hem... sepertinya ada anggota mereka yang baru datang..." pikir Kazune dengan santai.

"Tuan Rolly, nona Nanase. Bukankah mereka orang-orang dari Tower? Apa yang mereka lakukan disini??" tanya Reina, mulai sedikit santai namun masih dengan sikap waspada nya. Ia menunjuk kepada Kazune dan kawan-kawannya di luar tenda mereka.