[RP] Ordinary Days in Tokyo Tower

"ah!" kazune mengabaikan semua orang yang ada di sana. Kazune juga melemparkan sapu pada theo.

tok tok tok!
kazune mengetuk pintu sekali. Tak ada jawaban. Dua kali masih tak ada. Tiga kali juga.
"rienne, kumohon, bukalah..."
masih tidak ada jawaban.

kazune mengetuk lebih keras karena putus asa dan frustasi.
"rienne! Tadi itu claire sangat mendadak! Aku tidak tahu! Kalau marah jangan padaku!" masih tidak direspon.

"apa kamu masih tidak percaya? Apa aku harus membuktikan lagi? Kalau ya, apa aku harus mati baru kamu benar-benar percaya?" kazune agak berteriak sekarang.

Akhirnya seluruh kekacauan itu selesai oleh Allan. Dia lantas duduk di salah satu kursi disana, duduk termenung, menyadari kalau ini juga salahnya.

Tak ada yang bisa dia lakukan, bahkan, untuk membantu Kazune pun ia tidak bisa, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

"Seharusnya... tidak kubuat acara ini... ini salahku..." ujarnya cukup keras.

"Kalau ada yang harus disalahkan, hanya aku." ujarnya lagi.

Tama pun duduk di salah satu kursi setelah selesai membantu membereskan rumah.

Ia mendengar Allan mengeluh, menyalahkan dirinya sendiri. Tama ingin bertanya kenapa? ada apa? kenapa bisa? tapi tampaknya ini bukanlah saat yang tepat.

"..."

Ia terdiam bersama keheningan. Lalu bagaimanakah nasib Kazune dan Rienne?

"Kazune." kata Allan singkat, tatapannya mengarah ke Kazune, dan hanya ke Kazune.

"Kurasa, kau tidak perlu mati, lebih baik aku saja." lanjutnya.

"Aku tidak akan menarik kata-kataku, kalau mau bunuh, bunuh aku saja sekarang." entah apa yang dipikirkan Allan saat mengatakan seperti itu, yang pasti, dia merasa sangat bersalah. Dia tahu apa yang dirasakan Rienne. Dulu, saat Rejaku dan Allan ke kota yang penuh Hunter, Rejaku sempat diperlakukan seperti itu oleh seseorang, dan Allan tahu rasa sakitnya, walau dia yakin rasa sakit seorang gadis akan jauh lebih... tidak tertolong.

Sophie memperhatikan semua keributan itu. Rasanya beberapa saat yang lalu semua baik-baik saja. Sekarang semua kacau.

"Nggg... Kazune-san... Tidak apa-apa...?" Bisik Sophie sambil menepuk-nepuk bahu Kazune.

Oot: nunggu verin.

"kalian semua, diam! Ini urusanku." kazune menatap dingin yang lain.

dia frustasi sekarang. Tiba-tiba, tangannya sakit, berdarah banyak sekali. Akhirnya kazune malah pingsan dan membentur pintu kamar.

"rie... nne."

Oot: nunggu verin.

"kalian semua, diam! Ini urusanku." kazune menatap dingin yang lain.

dia frustasi sekarang. Tiba-tiba, tangannya sakit, berdarah banyak sekali. Akhirnya kazune malah pingsan dan membentur pintu kamar.

"rie... nne."

"geez...kazune. Tak kusangka, kau dan claire...wajar saja rienne marah."katanya sambil mendekati kazune. Eh. Kazune malah pingsan. Langsung saja theo menggotong theo ke dekat allan. "sudahlah...bukan salah siapapun. Ayolah kawan! Nanti aku akan mengeluarkan rienne dari kamarnya. Tunggu ya..." katanya

theo menuju kamar rienne, mengeluarkan kunci duplikatnya, dan masuk ke kamar rienne.

@atas

Langsung saja theo menggotong theo ke dekat allan.

---------------------------------------------------------------------------------
Kazune pingsan, tangannya berdarah. Allan, refleks menutup mata kanannya, khawatir kalau mata kanannya akan sakit lagi.

"Seseorang... ada yang tahu cara menyembuhkan luka ini selain Kazune? Tampaknya hanya dia yang tahu cara menghentikannya, seingatku. Atau ada yang mau membantu menghentikan lukanya?" tanya Allan sembari terus menutup matanya, wajahnya tidak menunjukkan perubahan emosi yang berarti, dia masih dalam tahap penyesalannya, yang 'tidak ada habisnya' menurut Rejaku.

terdengar suara dari kamar rienne. "rie! hoi!"
ternyata theo juga menemukan rienne dalam kondisi tidak sadarkan diri di lantai. badannya panas sekali. "ah...kau ini...!" omelnya

ternyata rienne masih sadar, namun dia hanya menatap theo dengan tatapan kosong. theo menggotong rienne ke kasurnya. "geez..jangan paksakan dirimu" kata theo. lalu dia menyelimuti rienne.

langsung dia melangkah keluar. menuju dapur. theo langsung mengambil sebaskom air dingin dan handuk kecil untuk mengompres rienne. namun melihat kondisi kazune yang cukup parah juga, dia hanya menyerahkan sebotol healing potion. "tahu kan bagaimana cara menggunakannya?" katanya pada allan.

"sophie, mau menolongku?"katanya pada sophie yang masih bingung, sepertinya.

"Kuharap benar..." Allan menyenderkan Kazune yang pingsan di tembok, lalu membuka mulut Kazune dan menuangkan healing potion itu ke mulut Kazune, sambil memberi sedikit jeda pada tiap tuangan.

Allan sendiri mengeluarkan kain yang dia basahi dengan Potion dan Herbal Medicine miliknya sendiri dan membalutkannya ke tangan Kazune.

"...Bertahanlah, Kazune..."

"sophie, mau menolongku?"

Sophie mengangguk kecil.

"Baiklah... Bantu apa Theo-san?" Tanyanya sambil melangkah mendekati Theo. Fleur mengikuti dibelakangnya.


"Uhu..."

Theo dan sophie berjalan menuju kamar rienne. Rienne masih terlihat lemas di kasurnya.

Theo mengompres dahi rienne. Rienne masih menatap theo dan sophie dengan tatapan kosong. Sepertinya dia terlalu lelah menangis.

Theo menatap sophie. "bisa tunggu rienne di sini? Aku akan mencari obat untuknya." katanya pada sophie.

Sementara itu...

*deg*
kazune pun terbangun. Mukanya datar. Darah masih membasahi sarung tangannya. Dia berjalan seperti zombie ke kamar rienne. Lalu dia mengeluarkan handgunnya.

dia menodongkan handgun itu ke kepalanya, jelas-jelas di depan rienne.

"kalau masih seperti itu, entah apa yang akan terjadi pada orang yang kaubilang sangat kau cintai." ujar kazune. Dia menarik pelatuk pistol dan...

*dar!*

Sophie mengangguk mengiyakan.

"Baiklah..." Gumamnya. Ia lalu menarik sebuah kursi dan duduk di samping kasur Rienne.

"Uhmmm...."

Melihat kazune hampir menembak kepalanya sendiri, theo langsung mencegahnya.

*dar*

pistol itu menembak ke pigura foto rienne. Theo yang kesak dengan kazune langsung menyeret ke luar kamar rienne. Dia tidak mau rienne melihat hal yg akan dilakukannya.

*buagh*

theo menghantam wajah kazune. "bodoh! Hal itu ga bakal bikin rienne baikan tahu! Harusnya kau tidak boleh seegois itu!" omel theo pada kazune. Dia membetulkan posisi kacamatanya. "setidaknya pikirkanlah perasaan rienne" katanya pada kazune sambil menatap rienne dari kejauhan.

Setelah dipukul, kazune terjatuh. Dia malah tersenyum meremehkan pada theo. Tapi saat berusaha berdiri, zombie ini malah kesakitan dan kembali pingsan.

*deg*
kazune tidak sadarkan diri lagi dan tangannya kembali berdarah.

ada apa dengan kazune?

oot: saya sendiri ga tahu kenapa jadi begini...

oot:... saya buat lebih parah yah...
----------------------------------------------
Allan yang melihat Kazune bangun dan hampir menembak kepalanya sendiri mencoba mencegahnya, namun Theo menghentikannya. Kazune kembali pingsan setelah itu.
"Ka...Kazu*!*ARGH!!!" Mata kanan Allan serasa terbakar, berbeda dengan biasanya yang terasa seperti ratusan tusukan jarum pada matanya, kali ini matanya panas sekali.

"Ah... Ugh! UARRGH!!!" kedua mata Allan berubah menjadi merah, bukan merah darah seperti biasanya, namun merah terang bagaikan api. Dia menutup kedua matanya.

"Demonization... Form... 2...? tidak... jangan... disini...! JANGAN DISINI!" teriaknya, tampaknya dia berusaha mengendalikan dirinya.

*hosh...hosh* Kedua matanya berubah menjadi merah darah, rasa terbakar itu hilang, digantikan rasa tusukan ribuan jarum di seluruh bagian matanya.

"Tadi itu... uh! *hosh...*"

Di tempat lain, seluruh tubuh seorang gadis berambut merah diselimuti cahaya putih, tubuh gadis itu mati rasa, namun dalam keadaan mati rasa itu ia masih merasakan sakit yang amat sangat.

ketika theo menatap kazune lagi, yang ada malah kazune yang kembali pingsan. "yah...bocah..." keluhnya sambil menggotong kazune ke dalam kamar rienne. mendudukannya di kursi sejenak, mengambil futon, dan menggelarnya di samping ranjang rienne. theo hanya menidurkan kazune di sana. "dasar..anak-anak..."keluhnya hagi.

dia mendekati rienne. tatapan gadis itu masih kosong. tepatnya mata coklat yang kosong. theo hanya mencium bibir rienne agar emosi vienne bisa lebih dominan dan muncul. benar saja, mata rienne berubah menjadi merah darah. tanda umum kalau vienne yang muncul.

"akhirnya kau datang juga..." kata theo. "tolong kendalikan tubuh rienne dulu selama rie masih shock, ok?" katanya pada vienne. lalu dia melirik kazune sejenak. "bocah ini....juga ikut pingsan tadi. tangan kanannya luka. harus diapakan?" katanya pada vienne.

"Kazune..." Allan berkata pelan, mendekati tubuh Kazune, lalu memeriksanya sekali lagi.

Matanya masih normal, entah kenapa dia bisa bergerak dalam keadaan seperti itu, bahkan mengangkat pistolnya, Allan tidak mengerti. Dia lalu ingat sesuatu, tentang kemauan.

Kemauan Kazune pastilah kuat sekali... keinginannya untuk dipercayai oleh Rienne. Allan memeriksa tangan Kazune yang berdarah, dan menemukan sebuah simbol aneh.

"Ini...? Simbol sihir..."

Vienne yang baru muncul melepaskan kompres dari dahinya. Lalu mengecek suhu tubuhnya. "hem...memang demam..."katanya. Dia kembali membaringkan dirinya di kasur, dan menyerahkan kompres itu ke sophie. "ini...terimakasih sophie."

melihat allan yang membuka sarung tangan kazune, vienne hanya terdiam. Dari dulu dia memang merasakan ada sihir yang aneh dari sana."sudahlah allan. Aku pikir pasti kazune tidak akan suka kalau sarung tangannya dilepas tanpa sepengetahuannya. Bisa saja dia membencimu. " kata vienne.

"allan,theo, tolong bawa kazune ke rumahnya ya? Dan tolong jaga bocah itu sampai ia sadar. Tolong beritahukan juga kalau kazune sadar bahwa rie ga akan ada untuk beberapa hari sampai dia tidak shock lagi. Dan allan, kendalikan dirimu. Jangan melakukan hal yang konyol atau berbahaya." kata vienne.

Lokasi : dekat tokyo tower

sayoki yang berjalan lesu dan tidak semangat, ratapannya datar bahkan sangat datar.
mukanya pucat, hari itu dia tidak emmakai tochi karna tidak ada mood.
rambutnya dikuncir keatas.

dan....
BRUUKK...!! (suara sayoki terjatuh dijalan)

'aa...aa...', sayoki berkata kecil.
dan semua yang dilihat sayoki menjadi gelap.

=====================================

oot : baru masuk, udah pingsan ==;

"Tidak... itu... tidak sengaja" jawab Allan pelan pada permintaan Vienne tadi.

"Hhh... untung saja... huff..." Allan menarik nafas lega, sepertinya kekhawatirannya hilang.

Kazune akan marah kalau dia melihat simbol itu? Allan bertanya-tanya, sebenarnya apa yang disimpan simbol itu sampai Kazune tidak mau memberitahunya pada orang lain, tapi dia tidak bertanya, memilih untuk diam menyimpan pertanyaannya hingga kebenaran itu menunjukkan dirinya sendiri.

"Baiklah, ayo, Theo... kita bawa anak ini ke rumahnya."

Theo menggotong kazune yang masih pingsan itu. Lalu dia pergi. "baiklah. Ayo allan! Hem...cepet sembuh ya vie, rie...dan sophie, tolong jaga dia selama aku tidak ada. Setelah mengantar kazune, aku akan kembali."katanya.

[di tengah jalan]

udara panas di luar membuat theo berjalan agak cepat, ingin segera mengantarkan kazune. Namun, saat di tengah jalan, dia tersandung.

*brugh*

hampir saja theo terjatuh. Dia tidak percaya kalau dia tersandung sayoki yang pingsan. "he? Banyak banget yang pingsan? Allan, gotong dia! Kita bawa dia ke rumah kazune." perintahnya pada allan.

Tiba-tiba kazune sadar. Dia kebingungan melihat keadaan sekelilingnya.

"loh? Kok aku ada di depan rumah? Bukannya tadi aku ada di depan kamar rienne? Theo? Allan? Kalian sedang apa?" kazune benar-benar tidak tahu apa yang dilakukannya.

"rienne!" saat kazune akan berbalik theo menahannya. Kazune merasa kesal, tapi apa yang dilakukan theo benar.

"mungkin, sebaiknya aku membiarkannya tenang." kazune berjalan gontai ke rumahnya dan mengunci rumah itu. Dia butuh waktu untuk sendiri.

kazune kaget melihat sarung tangannya yang terbalik. Tadi ada yang membukanya. Dan luka di tangannya itu berdarah lagi. Kazune mengucapkan mantra penyembuh, tapi hanya berguna selama beberapa menit saja. Terus dan terus. Akhirnya kazune menyerah pada rasa sakit dan tidak sadarkan diri lagi dengan tangan yang berlumuran darah. Dan hari-hari berlalu dengan kazune yang tergolek lemah tak sadarkan diri dan menjadi lebih kurus.

oot: khusus kazune aku skip, yang lain terusin dulu. Ah! Beresin sebelum rpu ntar sore!